MEMBACA buku Nurwahyu
Alamsyah berjudul Catatan Alam di Taiwan menjadi pengalaman
mengasyikkan. Penulisnya sangat jeli menangkap aneka momen menarik dan
menegangkan selama belajar di tanah rantau.
Buku
313 halaman ini mendedahkan episode kenangan seorang anak kelahiran Bangkalan
ketika belajar pada jurusan information management di National
Taiwan University of Science and Technology (NTUT), Taipei, Taiwan.
Diterbitkan
BitRead pada 2019, sebagian tulisan di buku ini pernah dipublikasikan di blog
pribadi. Meskipun, ada beberapa tulisan tambahan yang tidak kalah menarik, yang
hanya ditulis untuk buku ini.
|
Cover Buku yang Ditulis Wahyu Alam |
Demi
memudahkan urutan cerita dengan gaya penuturan orang pertama, yaitu
"aku", penulis buku ini membagi menjadi empat bab. Bab pertama,
penulis memberi intro judul, Hello, World !
Di bab
ini, penulis menghadirkan beberapa tulisan pembuka, ketika Ia bersama
teman-temannya, melakukan perjalanan melintasi sebuah negara tetangga.
Misalnya, tampak sekali pada tulisan berjudul, Singapura, Aku Datang.
Wahyu
mengisahkan tentang nuansa pemberangkatan dengan aroma kultur masyarakat
Madura. Penulis buku ini, tidak ragu-ragu menceritakan betapa ia menemukan
hangatnya semangat kekeluargaan saat rombongan dua mobil Carry, yang berisi
sanak keluarga ikutserta mengantarkan ke Bandara.
Bahkan,
kisah saat pamit kepada orang tua tanpa meninggalkan tradisi, seperti melewati
selangkang emak sebanyak tiga kali sebelum meninggalkan rumah.
Penggambaran kekompakan hingga isak tangis keluarga melepas kepergian anak
mewarnai awal buku ini, yang sesekali bisa memancing reaksi emosi pembaca
tentang perasaan orang tua, jika ditinggal seorang anak meskipun untuk tujuan
yang baik (belajar).
Ketika tiba di Singapura, sebagai gerbang pertama untuk melihat dunia (hal 5),
semakin banyak tulisan seperti, Mencari Marlion di Singapura (hlm.
7).
Gambaran suasana di Bandara dengan sangat detail juga disajikan. Tulisan
berjudul Panik di Changi menunjukkan peristiwa saat adegan
proses pemeriksaan pasport dan boarding pass (hlm. 22).
Kedatangan
ke Taiwan juga dikemas dengan judul khusus Selamat Datang di Taiwan,
cong!" Penulis menggambarkan proses pesawat mendarat di Bandara
Internasional Taoyuan, yang dulunya bernama Bandara
Chiang Kai-Shek, dan para pembaca disuguhkan hal-hal menarik dan
kadang menegangkan saat pemeriksaan imigrasi (hlm. 27).
Di bab kedua, penulis menyuguhkan intro judul Perjalanan. Semua
tulisan di bab Kedua ini berkaitan dengan transportasi, kuliner, pesta dan
perjalanan-perjalanan seru di Taiwan.
Pada
tulisan Konsep Less Mile Transportasi Taipei, penulis
menggambarkan jika di Taipei masyarakat tidak perlu dibuat bingung soal
transportasi. Wahyu membuat kalimat tanya, "Ketika di Taipei, kenapa punya
motor dan mobil itu tidak lagi penting, ya?" (hlm. 32)
Menurut dia, transportasi di Taipei sudah terintegrasi berdasarkan hasil
diskusi dengan seorang profesor di ruangannya. Konsep lessmile dirancang
agar wisatawan tidak bingung saat keluar dari stasiun, halte, karna semua jenis
transportasi sudah tersedia di depan mata.
Di bab ini, pembaca akan disuguhi kisah perihal kuliner, dan juga
perjalanan-perjalanan.Tulisan Masjid Kecil Taipei mengisahkan
rasa rindu pada Madura, yang tiap satu kilometer, akan ditemukan masjid-masjid
di pinggir jalan. Ia tambah heran, ketika melihat Masjid Agung Taipei yang
ternyata tidak sebesar masjid agung di Indonesia. (hlm. 80).
Seperti
dambaan banyak para pelajar yang studi di luar negeri. Wahyu juga berbagi
cerita "berburu salju" (hlm. 90). Bab tiga, penulis menyoroti
perihal Kampus dan Lingkungannya.
Jika
pembaca ingin memahami tentang pola belajar dan iklim akademik, setidaknya buku
ini menjadi semacam kado dan panduan agar pembaca bisa belajar dari kisah-kisah
yang ditulis "based on experience" di buku
ini. Makanan, Uang dan Bahasa merupakan tulisan yang
penting dibaca. Pembaca akan paham perihal memilih makanan halal (hlm.155).
Sebagai
anak perantauan, penulis merasakan sensai soal uang, makanan halal hingga soal
bahasa. Tapi, serunya, penulis memahami trik mengatasi kendala itu. "Nyawa
itu masih ada di tempat yang sama seperti kemarin" cukup penting dibaca.
Penulis merasakan kehilangan map yang di dalamnya, terasa ada nyawanya sendiri,
yaitu Pasport, Transkip SI dan Ijazah, serta Dokumen Legalisir Teto. (hlm. 175)
Bayangkan, bagaimana rasanya kehilangan hal penting di negeri orang. Ia mencari
berkas itu. Dalam kalut, Wahyu diingatkan jika orang Taiwan tidak biasa
mengambil barang yang tertinggal. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk
mencarinya di tempat tongkrongan, dan ternyata dokumen itu benar-benar
tertinggal di sana (hlm. 179).
Wahyu mengabadikan momen belajar secara khusus di bab empat tentang Belajar.
Tulisan Sama Saja, hanya Beda Lokasi menjabarkan, iklim
pembelajaran di Taiwan. "I know it is very difficult, but this is
very crutial for your future," ujar Prof. Yu-Qhian Zhu, saat
meminta mahasiswa untuk terbiasa mempresentasikan dengan bahasa inggris.
Konon, Profesor Yu adalah dosen favorit dan bahasa inggris-nya sangat fasih. Wahyu
menilai, jika belajar di Taiwan tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Bedanya,
pada kreatifitas dan penggunaan teknologi tempat guna, dan penataan ruangan
yang menarik.
Intinya, kuliahnya sama, hanya beda lokasi. Di sana Indonesia, di sini Taiwan.
Beda bahasa dan temannya saja. (hlm. 222). Buku ini merupakan cermin bagi para
pelajar di tanah rantau. Tulisan berjudul, Bagaimana rasanya kuliah di
Taiwan?" (hlm. 226).
Doa emak dan bapak akan menyentuh
sisi emosi pembaca tentang interaksi penulis dengan keluarga di
Madura, melalui gadget. Meski terpisah dengan bentangan jarak nan jauh,
interaksi dengan keluarga, termasuk permintaan memudahkan lulus
ujian. Hal-hal yang lazim diminta anak kepada orang tua.
Pada tulisan terakhir, Pulang, Penulis berbagi kisah mengenai
perjalanan pulang ke Madura. (hlm. 304). Buku ini serasa kompas bagi anak muda.
Gambaran tentang sisi menarik belajar di luar negeri. Dengan rentetan cerita
seru dan pelik serta bentangan hikmah.
Pembaca akan menemukan belantara tulisan yang memikat dan inspiratif. Dengan
menulis kisah di buku ini, Nurwahyu Alamsyah seperti memulangkan kenangan
selama di Taiwan.
Judul :
Catatan Alam Di Taiwan
Penulis :
Nurwahyu Alamsyah
Penerbit :
Bitread
Cetakan : 2019
Tebal :
313 halaman
Presensi :
Fendi Chovi
*Pernah
tayang di Radar Madura 27 Mei 2019