Sabtu, 28 Januari 2023

Pintu Masuk Keraton Berusia Ratusan Tahun, Kenapa Disebut Labang Mesem?

Labang Mesem Keraton Sumenep


Labang Mesem adalah pintu gerbang menuju istana keraton Sumenep, yang hingga saat ini masih terawat dengan baik
.

Aura pintu gerbang ini memiliki daya tarik tersendiri. Wajar, jika para wisatawan mengabadikan diri dengan berswafoto dengan berlatar belakang Labang Mesem.

Dilihat dari struktur bangunannya, Labang Mesem memiliki corak perpaduan jawa-madura. Yaitu balkon dengan tiga lapis atap menyerupai kubah dan lorong yang membentuk lengkung.

Labang Mesem terdiri dari dua kosa kata bahasa Madura. Yaitu Labang yang berarti pintu dan Mesem yang berarti tersenyum. Sehingga Labang Mesem berarti pintu tersenyum.

” Banyak versi terkait kisah dan sejarah Labang Mesem ini, versi yang terus menjadi cerita hingga saat ini yaitu para tamu harus tersenyum sebelum menghadap raja di keraton dan jika Anda sudah siap,” kata Mr. Firdaus, salah-seorang pemandu wisata Keraton.

Menurutnya, versi lain terkait penamaan Labang Mesem, yaitu raja selalu tersenyum setiap berada di Balkon Labang Mesem, melihat para permaisuri sedang beristirahat di Taman Sare.

” Kisah lain, penamaan Labang Mesem berbicara dengan para kurcaci selalu tersenyum saat raja atau para tamu keraton datang,”.

Labang Mesem Keraton Sumenep dibangun pada masa kepemimpinan Bindhara Saod, yang dikembangkan oleh para keturunannya, yaitu Panembahan Sumolo (Pangeran Natakusuma) dan Sultan Abdurrahman Pakunataningrat.

“Dari Labang Mesem inilah, para pengunjung dapat menikmati kisah dan benda-benda peninggalan kerajaan yang tersimpan di Museum Keraton Sumenep,” pungkasnya.

Labang Mesem Keraton Sumenep berlokasi di kelurahan Pajagalan, Kecamatan Kota, Sumenep, Madura Jawa Timur, ke arah timur Masjid Jamik Sumenep.

Fendi Chovi, salah seorang penulis, kini tinggal di Sumenep.




101 Cara Mahir Menulis Bersama A.S Laksana

Buku karya A.S Laksana


Kemampuan menulis tidak serta-merta turun dari langit. Setiap orang yang saat ini disebut sebagai penulis. 

Di awal prosesnya, mereka dipastikan sudah merasakan pahit manis perjuangan berlatih menulis.

Untuk kamu yang saat ini sedang dalam proses menempa diri untuk menjadi penulis. Ada baiknya kamu juga membaca koleksi buku favorit saya yang satu ini.

Berikut koleksi buku yang dimaksud, yaitu tentang  "101 Hal yang Wajib Diketahui untuk Mahir Menulis" yang ditulis A.S Laksana, salah seorang esais terkemuka di negeri ini.

Buku ini tidak dijual di toko buku. Sebab tidak dicetak dalam bentuk kertas. Namun, disajikan dalam bentuk e-book (Pdf).

Menariknya, pembukaan buku ini dimulai dengan percakapan, yakni tanya jawab antara A.S Laksana dengan Pramoedya Ananta Toer.

Dialog itu ditulis di bab awal dengan judul, Nulis Ya Nulis Saja !


Saat itu, A.S Laksana berkunjung untuk tujuan wawancara ke rumah Pram, panggilan untuk Pramoedya Ananta Toer.

Penulis Indonesia yang namanya disebut berkali-kali menjadi kandidat kuat penerima Nobel Sastra.

Di akhir wawancara, A.S Laksana meminta saran dan nasihat, bagaimana cara menulis bagus kepada Pram. 

Apa jawaban Pram? “Kalau mau Nulis ya Nulis saja.” 

Tentu, jika mau menulis, ya Nulis saja. Lama-lama kita akan bosan karena tidak ada panduan dan peningkatan berarti dalam setiap artikel yang kita tulis.

Nah, kalau kamu membaca buku ini. Saya yakin kamu akan memiliki pandangan bahwa menulis tidak sesulit yang kamu bayangkan dan memberi dampak finansial yang menjanjikan.

Buku ini layak dibaca. Tetapi saya tidak akan memberi secara gratis Pdf buku ini. Ada harga jual dari si penulis buku  !

Jumat, 27 Januari 2023

Tips Menulis Ala Moammar Emka

Sosok Moammar Emka (Instagram)

Nama Moammar Emka tentu tidak asing lagi. Sosok penulis yang satu ini sempat mengejutkan publik di tanah air setelah menerbitkan buku Jakarta Undercover.

Buku tersebut membuka tabir tentang praktik - praktik amoral dunia malam (baca: esek-esek) di Jakarta.

Sontak nama Moammar Emka menjadi sosok kontroversial dan melejit dengan buku tersebut.

Sebut saja buku-buku Moammar Emka yang berbau prostitusi yang sempat melejit tersebut. Berikut daftarnya:

Siti Madonna. Jakarta Undercover 2 (Karnaval Malam). Jakarta Undercover 3 (Forbidden City). Jakarta Undercover 4in1. Ade Ape Dengan Mak Erot? Cinta 2 Selingkuhan. "In Bed with Models"

Dari judulnya saja, pembaca bisa menebak tentang apa yang tertulis di buku tersebut serta potensi yang bikin penasaran untuk dibeli lalu dibaca, ha ha ha ...

Selain menulis, Moammar Emka juga kerapkali diundang di acara TV nasional sebagai narasumber.

Terutama jika sedang terjadi kasus - kasus prostitusi online yang melibatkan para artis ternama di tanah air.

Nama Moammar Emka seolah menjadi jaminan untuk didaulat sebagai pembicara dan pemerhati untuk topik tersebut.

Nah, tulisan ini tidak akan panjang lebar membahas topik sensitif tersebut. Namun, lebih pada pertanyaan: bagaimana Moammar Emka menulis?

Sosok lelaki kelahiran Tuban, Jawa Timur ini dikenal lihai dalam menulis dan buku-bukunya best-seller alias laris di toko buku.

Mari simak apa yang disampaikan Moammar Emka di salah satu channel YouTube miliknya !


Moammar Emka menceritakan bahwa sejauh ini, tips tentang menulis (menghasilkan tulisan) tidak ada satupun yang baku di dunia ini. 

Pertama, sebenarnya kegiatan menulis itu, selalu berangkat dari keinginan diri sendiri. Kita mau menjadi penulis apa tidak? ketika sudah 'nawaitu' menjadi penulis atau mau menulis, ya tulis lah !!!

Kedua, tulislah apa yang paling kita bisa dan paling kita kuasai. 

Ketiga, kalau mau menjadi penulis yang baik. Otodidak mungkin bisa. Tapi paling baiknya,  cari sekolah, lembaga kursus yang khusus dan sering-seringlah berkumpullah dengan para penulis. Biar lebih matang saja dalam menulis. 

Keempat, kalau kita sudah karya tulis. sudah memiliki penerbit yang baik. Yang paling harus diperhatikan, jadilah marketi yang baik, untuk buku kita sendiri. 

Itulah tips menulis dari sosok penulis yang sempat menggemparkan publik di tanah air tercinta ini. Selamat belajar, kawan !

Fendi Chovi (Tulisan ini dibuat untuk bahan diskusi)





Senin, 28 Desember 2020

J.K. Rowling : Menulis di Cafe dengan Secangkir Kopi Espresso

PERJALANAN menjadi penulis tenar dan karya-karyanya disukai pembaca bukan proses yang singkat. Setidaknya inilah yang diakui oleh J.K. Rowling, penulis novel Harry Potter.

 

Cover buku karya M. Arief Hakim

J.K. Rowling, penulis dari Inggris itu disebutkan memiliki kekayaan melebihi Ratu Elizabeth II dan pencapaiannya sebagai penulis buku tentu menarik untuk diketahui. Kekayaan yang melimpah yang didapat dari kegiatan tulis menulis, khususnya novel itu tentu tidak serta merta turun dari langit begitu saja.

Melalui buku J.K. Rowling penulis terkaya sepanjang masa yang ditulis M. Arief Hakim, menjadikan diri kita melihat episode kehidupan dari si penulis terkenal ini.

Buku tipis dan hanya 134 halaman ini mengulas hal-hal terkait kehidupan J.K. Rowling, mulai dari keluarga hingga proses menulis buku.

Menariknya, buku ini dilengkapi dengan gambar-gambar, berupa foto-foto yang menampilkan wajah Rowling saat menandatangi buku karyanya dan foto cover majalah ketika dinobatkan sebagai penulis buku best seller.

Membaca buku ini, pembaca bisa memahami, perjuangan apa saja yang sudah dilakukan Rowling dan darimana inspirasi menulis novel itu hingga best seller dan disukai oleh pembaca.

Dalam bab menulis sejak kecil, Rowling mengisahkan bila  dia memiliki teman dekat rumahnya, bernama Potter. Potter itu nama kakak beradik tetangga Rowling ketika masih kecil. Joe, panggilan masa kecil Rowling, sangat menyukai nama itu.

Hal yang berbeda dengan namanya sendiri. Menurut pengakuannya, Joe sangat tidak suka dengan namanya sendiri, yang kerapkali menjadi bahan ejekan teman-temannya dengan sebutan Rowling Stone.

Pada usia 6 tahun di saat teman-temannya belajar menulis, Joe sudah bisa menghasilkan buku berjudul Rabbit. “Sejak saat itu, aku selalu bercita-cita menjadi penulis dan sejak itu pula, aku sudah tidak bisa berhenti mengutak atik kata.” (hlm. 33).

Ketika lulus kuliah Joe bekerja sebagai sekretaris, namun Joe menyebut dirinya sebagai sekretaris terburuk sedunia. Sebab, ia lebih suka berkhayal dan menulis daripada menyimak dan membuat notulensi rapat. Bahkan, saat tiba waktu makan siang di Pub atau Cafe, dia memutuskan untuk menghabiskan waktunya menulis. Dan memikirkan nama dan karakter untuk bukunya.

Dia menghabiskan berbulan-bulan untuk mendapatkan ide cerita untuk bukunya. Pertengahan tahun 1990, dalam perjalanan kembali ke London dalam kereta yang sarat penumpang. Ide tentang Harry Potter tiba-tiba muncul dibenaknya. (hlm. 48).

Dia mengungkapkan saat menunggu kereta yang terlambat selama empat jam, ide tentang Harry Potter muncul dibenakknya seketika lengkap dengan detailnya.

“Seorang anak kecil berkacamata, berombat hitam acak-acakan dan tidak tahu bahwa itu adalah seorang penyihir,” tuturnya seperti dikisahkan dalam buku ini.

Namun, ketika ia hendak menuliskan cerita itu dalam perjalanannya. Tiba-tiba pena yang digunakan tidak berfungsi dengan baik. sedangkan dia sendiri malu untuk meminjam kepada orang lain.

“Tapi ketika ia tiba di rumah dan memegang bolpoin, detail ide tentang Harry Potter satu per satu perlahan-lahan lenyap,” (hlm. 51).

Tidak ingin ide itu lenyap, maka malam itu ide tentang Harry Potter yang pertama, yaitu Harry Potter and Philosopher’s Stone.

Perjalanan untuk menyelesaikan novel itu berhadapan dengan kenyataan pahit ketika ibundanya meninggal. Joe pun memulai babak baru dalam hidupnya. Demi mengobati luka hati akibat ditinggalkan salah satu keluarganya. Joe pergi ke Portugal dan bekerja sebagai guru bahasa Prancis. Di masa itu juga, dia berharap karyanya segera selesai. Sayangnya, ia justru bertemu Jorge Arantes, seorang wartawan televisi yang kemudian menjadi suaminya.

Namun, perjalanan perkawinan itu tidak berjalan dengan mulus, terutama sejak kelahiran anak pertamanya, Jessica. Mereka bercerai dan kehidupan Rowling kian terhimpit ke dalam kemiskinan paling dasar. Ia harus menjadi orang tua tunggal dan menghidupi diri yang saat itu juga belum sempat melamar pekerjaan.

Di masa itu, Joe menyiasati untuk menemukan waktu yang tepat menulis di saat anaknya sedang terlelap tidur. Joe pergi ke cafe dan memesan secangkir kopi espresso.

Pada titik ini, pergulatan batin Joe untuk menyelesaikan novelnya memuncak, apalagi kemiskinan terus membayangi dirinya.

Joe pun seringkali duduk di cafe. Menulis dengan cara manual, menggunakan pulpen dan kertas dan menikmati seteguk kopi espresso.

Joe sempat memikirkan untuk menjadi pengajar. Namun, jika dia tidak menyelesaikan saat itu juga novelnya itu, maka dia tidak akan pernah bisa menerbitkan bukunya.

Ia menyadari jika mengajar seharian penuh, ditambah membuat bahan untuk mengajar dan memeriksa hasil ulangan dan mengurus jessica, anaknya maka dia tidak akan memiliki waktu luang untuk menulis.

Joe pun menyingkirkan keinginannya untuk menjadi pengajar dan fokus menulis novelnya hingga selesai (hlm. 64).

Setelah dua tahun hidup dalam himpitan kemiskinan, pada tahun 1995 novel Harry Potter and Philosoper’s Stone kelar. Joe pun mencari agen dan penerbit untuk bukunya tersebut dari perpustakaan umum. sayangnya, beberapa agen yang dikirimi tersebut menolak dan mengembalikan naskah itu pada hari itu juga.

Banyak alasan novel itu ditolak mulai tidak masuk akal, terlalu berkhayal dan kurang membumi. (hlm. 72).

Rowlng tidak putus asa. Ia terus mencari agen untuk bukunya hingga akhirnya, ia bertemu dengan Christoper Little, seorang agen penerbitan buku asal London.

Lalu, Christoper inilah yang memberikan kabar kepada Joe bahwa Bloomsbury Children’s Book mengajukan penawaran untuk membeli naskah itu.

Ajaib, sejak diluncurkan di London  pada 1997, buku ini disukai begitu banyak pembaca dan kemudian mendapatkan medali emas Smarties Book Prize untuk kategori anak-anak usia 9-11 Anak.

Jika ingin menikmati kisah-kisah Rowling terutama saat buku Harry Potter laris manis di toko buku. Kemudian, menjadikannya kaya raya. Buku ini perlu dibaca, Mari !


Data Buku

Judul                     :  J.K. Rowling Penulis Terkaya sepanjang Masa

Penulis                  :  M. Arief Hakim

penerbit                :  Penerbit NUANSA

Cetakan                 :  2011

Tebal                     :  134 Halaman

Presensi                :   Fendi Chovi

 

Minggu, 27 Desember 2020

Jihad, Benarkah Sekadar Melawan Kemungkaran?

Penggunaan kata jihad akhir-akhir ini sering menggema di ruang-ruang publik. Tidak jarang, segala bentuk pengrusakan rumah ibadah berbeda keyakinan serta tindakan terorisme dimulai dengan spirit jihad. Benarkah jihad semata-mata untuk melawan kemungkaran dengan cara seperti itu?

Rovi’i, salah satu penulis dari Bandung serta kader Muhammadiyah ini mengulas perihal jihad melalui buku yang cukup layak dijadikan cerminan bagaimana seharusnya umat islam, terlebih generasi mudanya memahami kata jihad dan spirit yang terkandung dalam kata itu dengan tindakan yang tepat.


Cover buku karya Rovi'i

Buku berjudul “Kalau Jihad Gak Usah Jahat : meneladani jihad akhlaq ala Rasulullah” ini, mengajak agar kita berefleksi, mungkin saja selama ini kita menerapkan semangat jihad dengan cara yang kurang benar dan itu akan menciderai citra Umat islam sendiri sebagai pengikut nabi yang mencintai kedamaian.

Buku dengan 158 halaman ini, mengemukakan definisi jihad dan beragam persoalan yang berkaitan dengan spirit jihad. Penulis mencatat bila kata jihad disebut sebaganyak 36 kali dalam beragam bentuknya. Istilah jihad dalam al-quran untuk menunjukkan perjuangan. Namun, tidak jarang kata jihad dipersempit maknanya. sehingga, tidak jarang spirit jihad selalu dikaitkan dengan perbuatan kekerasan, pertikaian dan terorisme di ruang publik.

Rovi’i memulai prolog dalam buku ini dengan memetakan tahapan ketika Nabi memulai gerakan dakwah untuk mengajak masyarakat menjadi bagian dari penganut agama Islam.

Menurut penulis buku ini, disebutkan selama 23 tahun Nabi menyebarkan dakwah. Nabi melaluinya hanya 2 tahun dan 3 bulan melalui dengan peperangan. (hlm. xx).

fase ketika di Mekah, kata jihad digunakan untuk persoalan etis, moral dan spiritual. Pada fase Madinah, terjadi pemaknaan baru tentang jihad sebagai perang fisik. Setelah Madinah kuat, jihad berubah menjadi berjuang melawan agresi orang-orang mekah.

Setidaknya, kisah ini memberikan gambaran bila Nabi sangat mengutamakan akhlaq dan sikap menjunjung tinggi perdamaian. Jihad digunakan untuk melawan kemungkaran, tetapi fungsi jihad lebih dari itu.

Ibnu Abbas menjelaskan jihad adalah mencurahkan segenap kekuatan dengan tidak takut untuk membela agama Allah dari cercaan dan permusuhan.

Buku ini memberi kita pengetahuan terkait kata jihad. Penulis juga menyebutkan pandangan Al-quran dan sahabat Nabi mengenai kata jihad. Melalui buku ini, pembaca diajak untuk memahami dan melihat agar kata jihad tidak dipakai dalam tindakan-tindakan yang bisa merugikan orang lain.

Dari buku ini, kita bisa memahami betapa jihad tidak selalu tentang melawan kemungkaran (dengan cara kekerasan dan merusak ruang ibadah umat berbeda keyakinan) dan bertentangan dengan ajaran islam yang menjunjung tinggi akhlak mulia dan menghargai kehormatan umat manusia.

Buku ini juga menawarkan hal-hal yang perlu dilakukan, yang tetap mengandung spirit jihad dalam upaya memberdayakan umat. Sehingga kita senantiasa memberikan kontribusi dan dampak yang signifikan sekaligus mewartakan agama islam sebagai agama pembawa kebaikan dan rahmah bagi alam semesta, terutama orang-orang di sekitar lingkungan kita.

dengan kemajuan teknologi informasi, umat islam sudah sepantasnya meneriakkan jihad untuk selalu mengembangkan kapasitas diri sebagai umat teladan di ruang publik.

Dunia kini kian maju, jihad kebaikan tidak sekadar dimulai dari lingkungan sekitar rumah, tetapi juga di dunia maya, dengan aktif berbagi konten positif untuk saling mengingatkan umat untuk menegakkan keadilan.

Jika kita seringkali melihat spirit jihad dengan hanya orang-orang yang merusak tatanan sosial dan kebudayaan dan senang menjadikan agama lain sebagai kambing hitam sasaran amarah. Buku ini sangat layak dibaca agar kita senantiasa menambah wawasan perihal jihad yang mungkin kita salah pahami arti dan penerapannya.

Rovi’i memang tidak salah menulis buku ini, sebab ruang-ruang publik yang kita tempati, yang semestinya harmonis seringkali ditumpahi gagasan-gagasan jihad dan membuat kita  saling meratapi setelah terjadi peristiwa-peristiwa pem-boman di beberapa tempat. Benar, kan?

 

Data Buku

Judul                : Kalau Jihad gak usah Jahat : meneladani jihad akhlaq ala rasulullah

Penulis              : Rovi’i

Penerbit            : Yayasan Islam Cinta Indonesia

cetakan             : Pertama, September 2018

Tebal                 : 158

Peresensi          : Fendi Chovi

 


Kamis, 24 Desember 2020

Setiap Jomlo Pasti Punah pada Waktunya

BAGAIMANA bila seorang santri mulai jatuh cinta dan memikirkan pernikahan ketika masih dalam proses belajar di pondok pesantren? Adakah cara untuk menenangkan batin mereka atau sekadar menjadi pengobat rasa hingga pembelajaran di pesantren tuntas dijalani?


INILAH yang ingin disampaikan buku "Santri Menikah, Jomblo Punah" karya Anifa Hambali. Pada pembukaan buku ini, Anifa menyajikan sajak berjudul Menjadi Santri. Berikut potongan sajak itu. Belajar menahan diri dari nafsu duniawi/ Seorang santri harus terus belajar/ Bermetamorfosa diri menjadi kupu-kupu yang indah/ Menjadi orang yang bermanfaat untuk agama dan tanah airnya.

Anifa menuliskan bahwa sosok santri adalah insan yang dibebani tanggung jawab dan tugas untuk belajar, berproses menuju pribadi yang berilmu, dan berakhlak sehingga nanti kembali ke masyarakat dengan bekal keilmuan yang mumpuni.

Buku 189 halaman ini memuat 19 judul mengenai kehidupan santri, tips, dan trik menuju pernikahan dan tantangan yang mesti dihadapi para santri agar lebih berdaya saing. Di bab Santri Milenial, Anifa mengulas bagaimana seharusnya santri menempatkan diri agar menjadi sosok ideal demi meraih masa depan. Menjadi santri itu jangan disia-siakan. Banyaknya kesempatan belajar yang ditawarkan di pesantren seperti mempelajari ilmu agama dan ilmu dunia. Menjadikan kapasitas santri semakin ideal.

Terlebih, pada 2020, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi, yaitu 50 persen penduduknya akan berada di usia produktif (16–64). Itulah yang disebut Indonesia Emas (hlm. 5). Tanggung jawab santri harus giat belajar agar tercipta santri dengan kapasitas keilmuan yang lebih memadai. Perubahan yang baik itu pun nantinya akan mendekatkan pada pencarian jodoh.

Penulis yang pernah mendapat award sebagai Santri Preneur 2017 di bidang usaha kreatif ini menguraikan bab Jomlo ala Santri tentang bagaimana seharusnya seseorang memahami status jomlo itu sebagai proses memahami sirkulasi kehidupan. Status jomlo identik dengan perilaku yang akan berhadapan cibiran dan sindiran. Bahkan, karena malu para jomlo itu menyebut diri mereka dengan kata single bukan jomlo untuk mencari dalih pembenaran kesendirian.

Anifa memperjelas arti dua kata itu. Single dan jomlo itu sama saja. Jomlo (adjective) dalam English Dictionary termasuk bahasa slang anak muda Indonesia sebagai status sendiri, belum menikah dan bujang yang memiliki arti sama dengan single (adj). Kata single di dalam kamus bahasa Inggris memiliki arti ”Unmarriedor not involved in a stable sexual relationship” intinya belum menikah dan tidak memiliki status hubungan dengan siapa-siapa (hlm. 12).

Dengan penjelasan itu, Anifa hendak menegaskan jika mau menyebut diri jomblo atau single itu sama saja. Tidak ada pengertian yang menunjukkan bahwa jomblo itu nasib dan single itu pilihan dan prinsip. Meskipun demikian, menjadi jomblo itu juga memiliki sisi kebaikan tersendiri, terutama bagi para santri.

Anifa mengibaratkan status jomblo sebagai free travel. Artinya, masa di mana seseorang bebas ke mana pun akan pergi, melihat dunia yang lebih luas. Menjadi jomblo sebenarnya bonus untuk merayakan kebebasan, terutama jika masih dalam lingkungan pesantren. Mereka yang single dipastikan lebih sering berhasil menuntaskan hafalan dan ngajinya dengan cara husnulkhatimah (hlm. 16).

Di bab ini, Anifa juga memberikan pendefinisian perihal beragam nama jomblo. Misalnya, jomblo mabni, jomblo mustatir, jomblo munqathi’, jomblo rofa’, dan syibhul jomblo. Setidaknya, penamaan para jomblo, menurut ilmu nahwu tersebut bisa dijadikan sandaran dan alasan jika seseorang menjadi jomblo, itu tidak bisa disamaratakan sebagai jomblo ngenes yang tidak laku. ”Padahal, banyak santri menjomblo karena memantaskan diri untuk siap berjuang meminta putri jelita dari tangan Abah dan Uminya,” tulis Anifa untuk menegaskan cita-cita ideal santri jomlo (hlm. 19).

Memilih Jomblo, bab ini khusus membincangkan perihal alasan seorang santri menjadi jomblo. Mengutip cerita dalam buku KH Husein Muhammad dengan judul yang sama dalam bab ini dijelaskan bahwa memang ada intelektual muslim terdahulu yang memutuskan menjadi jomblo hingga akhir hayat. Sebut saja, Imam Zamakhsyari, Ibnu Jarir Al-Thabaridll, (hlm. 25).

Penulis buku ini juga memberikan gambaran terkait hubungan asmara muda mudi yang perlu diluruskan. Misalnya, bab Pacaran vs Pernikahan, Anifa menyoroti perihal pacaran yang kerap kali dilakukan anak-anak muda. Ia menjelaskan, arti pacaran hampir sama dengan ta’aruf (saling kenal). Bedanya, ta’aruf memiliki syarat syariat dalam menjalankannya. Pacaran sering kali memudahkan seseorang untuk menyimpang dan mendekatkan dengan zina. Sementara ta’aruf, untuk proses saling mengenal sebelum menjadi halal, dengan maksud agar orang diingat untuk lataqrobu zina (hlm. 35).

Lalu, apakah di pesantren juga ada hubungan antarsantri untuk sayang menyayangi? Menurut Anifa, potret hubungan anak pesantren lebih cenderung kepada ”kakak adik zone”, yaitu mirip dengan pacaran syar’i. Sebuah hubungan yang sebenarnya juga membingungkan untuk dipahami dan perlu diluruskan agar tidak menjerumuskan pada perilaku menyimpang dan kurang terpuji. Meskipun demikian, ”kakak adik zone” ini kerap mengantarkan dua sejoli kepada tangga hubungan halal sebagai suami istri.

Di bab Santri Menantu Idaman bisa saja merupakan bab yang membuat baper para santri. Anifa menuliskan jika menjadi santri tidak boleh khawatir tidak mendapatkan jodoh. Sebab, tidak sedikit orang tua bersilaturahmi kepada kiai dengan harapan dan doa di pesantren ada lelaki yang cocok dengan putrinya yang disarankan kiai (hlm. 82).

Di bab Cinta di Masa Depan mengajak pembaca untuk berefleksi memahami tentang mencintai dan memiliki. Seperti yang ditulisnya, Ketika kamu memperjuangkan cinta di masa depan, jangan hitung-hitungan untung rugi. Karena cinta bukanlah sesuatu yang bisa dikapitalisasi. Cinta hanya bisa diukur dengan ketulusan (hlm. 152). Sementara di bab Semua Ingin Menikah, secara khusus membicarakan perihal menikah. Membangun rumah tangga itu tentang keberanian untuk berkorban dan berjuang. Untuk menghadirkan kata ”kita”. Sebagaimana yang ditulis Anifa, ”Saat kita ingin menikah, bukan lagi kata 'aku' yang digunakan, tetapi ’kita’ bagaimana kita mempersiapkan pernikahan,” (hlm. 158).

Untuk memahami tujuan menikah, Anifa melukiskan bahwa kata ”kita” menjadi petanda bahwa pernikahan itu dilakukan dua orang yang saling berjanji untuk membuat komitmen menjalani hidup bersama. Ketika menjadi ”kita”, maka perjuangan menuju pernikahan ini tidak lagi memikirkan diri sendiri, tetapi memikirkan apa yang terbaik buat berdua. Apa yang terbaik untuk bersama di dalam keluarga itulah yang menjadi prioritas. Tidak lagi rasa ego dalam diri (hlm. 158).

Kehidupan itu memiliki fase demi fase yang harus dijalani dan kudu dilalui dengan dewasa dan bijaksana. Saat ini boleh saja Anda jomblo, tapi akan tiba saatnya status itu akan diakhiri dengan pernikahan. Santri Menikah, Jomblo Punah, judul yang tepat. Silakan dibaca!


Judul        : SANTRI NIKAH JOMBLO PUNAH

Penulis     : Anifah Hambali

Penerbit   : Belibis Pustaka

Cetakan   :  ke-2, April 2019

Tebal       : 189
Presensi   : Fendi Chovi


Diterbitkan di Koran Radar Madura pada 8 September 2019


Jumat, 18 Desember 2020

Mengembalikan Ingatan tentang Taiwan

MEMBACA buku Nurwahyu Alamsyah berjudul Catatan Alam di Taiwan menjadi pengalaman mengasyikkan. Penulisnya sangat jeli menangkap aneka momen menarik dan menegangkan selama belajar di tanah rantau.


Buku 313 halaman ini mendedahkan episode kenangan seorang anak kelahiran Bangkalan ketika belajar pada jurusan information management di National Taiwan University of Science and Technology (NTUT), Taipei, Taiwan.


Diterbitkan BitRead pada 2019, sebagian tulisan di buku ini pernah dipublikasikan di blog pribadi. Meskipun, ada beberapa tulisan tambahan yang tidak kalah menarik, yang hanya ditulis untuk buku ini.

 

Cover Buku yang Ditulis Wahyu Alam

Demi memudahkan urutan cerita dengan gaya penuturan orang pertama, yaitu "aku", penulis buku ini membagi menjadi empat bab. Bab pertama, penulis memberi intro judul, Hello, World !

 

Di bab ini, penulis menghadirkan beberapa tulisan pembuka, ketika Ia bersama teman-temannya, melakukan perjalanan melintasi sebuah negara tetangga. Misalnya, tampak sekali pada tulisan berjudul, Singapura, Aku Datang.

 

Wahyu mengisahkan tentang nuansa pemberangkatan dengan aroma kultur masyarakat Madura. Penulis buku ini, tidak ragu-ragu menceritakan betapa ia menemukan hangatnya semangat kekeluargaan saat rombongan dua mobil Carry, yang berisi sanak keluarga ikutserta mengantarkan ke Bandara.

 

Bahkan, kisah saat pamit kepada orang tua tanpa meninggalkan tradisi, seperti melewati selangkang emak sebanyak tiga kali sebelum meninggalkan rumah.


Penggambaran kekompakan hingga isak tangis keluarga melepas kepergian anak mewarnai awal buku ini, yang sesekali bisa memancing reaksi emosi pembaca tentang perasaan orang tua, jika ditinggal seorang anak meskipun untuk tujuan yang baik (belajar).


Ketika tiba di Singapura, sebagai gerbang pertama untuk melihat dunia (hal 5), semakin banyak tulisan seperti, Mencari Marlion di Singapura (hlm. 7).


Gambaran suasana di Bandara dengan sangat detail juga disajikan. Tulisan berjudul Panik di Changi menunjukkan peristiwa saat adegan proses pemeriksaan pasport dan boarding pass (hlm. 22).

Kedatangan ke Taiwan juga dikemas dengan judul khusus Selamat Datang di Taiwan, cong!" Penulis menggambarkan proses pesawat mendarat di Bandara Internasional  Taoyuan, yang dulunya bernama Bandara Chiang  Kai-Shek, dan para pembaca disuguhkan hal-hal menarik dan kadang menegangkan saat pemeriksaan imigrasi (hlm. 27).


Di bab kedua, penulis menyuguhkan intro judul Perjalanan. Semua tulisan di bab Kedua ini berkaitan dengan transportasi, kuliner, pesta dan perjalanan-perjalanan seru di Taiwan.

Pada tulisan Konsep Less Mile Transportasi Taipei, penulis menggambarkan jika di Taipei masyarakat tidak perlu dibuat bingung soal transportasi. Wahyu membuat kalimat tanya, "Ketika di Taipei, kenapa punya motor dan mobil itu tidak lagi penting, ya?" (hlm. 32)


Menurut dia, transportasi di Taipei sudah terintegrasi berdasarkan hasil diskusi dengan seorang profesor di ruangannya. Konsep lessmile dirancang agar wisatawan tidak bingung saat keluar dari stasiun, halte, karna semua jenis transportasi sudah tersedia di depan mata.


Di bab ini, pembaca akan disuguhi kisah perihal kuliner, dan juga perjalanan-perjalanan.Tulisan Masjid Kecil Taipei mengisahkan rasa rindu pada Madura, yang tiap satu kilometer, akan ditemukan masjid-masjid di pinggir jalan. Ia tambah heran, ketika melihat Masjid Agung Taipei yang ternyata tidak sebesar masjid agung di Indonesia. (hlm. 80).

Seperti dambaan banyak para pelajar yang studi di luar negeri. Wahyu juga berbagi cerita "berburu salju" (hlm. 90). Bab tiga, penulis menyoroti perihal Kampus dan Lingkungannya.

Jika pembaca ingin memahami tentang pola belajar dan iklim akademik, setidaknya buku ini menjadi semacam kado dan panduan agar pembaca bisa belajar dari kisah-kisah yang ditulis "based on experience" di buku ini.  Makanan, Uang dan Bahasa merupakan tulisan yang penting dibaca. Pembaca akan paham perihal memilih makanan halal (hlm.155).

Sebagai anak perantauan, penulis merasakan sensai soal uang, makanan halal hingga soal bahasa. Tapi, serunya, penulis memahami trik mengatasi kendala itu. "Nyawa itu masih ada di tempat yang sama seperti kemarin" cukup penting dibaca. Penulis merasakan kehilangan map yang di dalamnya, terasa ada nyawanya sendiri, yaitu Pasport, Transkip SI dan Ijazah, serta Dokumen Legalisir Teto. (hlm. 175)


Bayangkan, bagaimana rasanya kehilangan hal penting di negeri orang. Ia mencari berkas itu. Dalam kalut, Wahyu diingatkan jika orang Taiwan tidak biasa mengambil barang yang tertinggal. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk mencarinya di tempat tongkrongan, dan ternyata dokumen itu benar-benar tertinggal di sana (hlm. 179).


Wahyu mengabadikan momen belajar secara khusus di bab empat tentang Belajar. Tulisan Sama Saja, hanya Beda Lokasi menjabarkan, iklim pembelajaran di Taiwan. "I know it is very difficult, but this is very crutial for your future," ujar Prof. Yu-Qhian Zhu, saat meminta mahasiswa untuk terbiasa mempresentasikan dengan bahasa inggris.


Konon, Profesor Yu adalah dosen favorit dan bahasa inggris-nya sangat fasih. Wahyu menilai, jika belajar di Taiwan tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Bedanya, pada kreatifitas dan penggunaan teknologi tempat guna, dan penataan ruangan yang menarik.


Intinya, kuliahnya sama, hanya beda lokasi. Di sana Indonesia, di sini Taiwan. Beda bahasa dan temannya saja. (hlm. 222). Buku ini merupakan cermin bagi para pelajar di tanah rantau. Tulisan berjudul, Bagaimana rasanya kuliah di Taiwan?" (hlm. 226).


Doa emak dan bapak
 akan menyentuh sisi emosi pembaca tentang  interaksi penulis dengan keluarga di Madura, melalui gadget. Meski terpisah dengan bentangan jarak nan jauh, interaksi dengan keluarga, termasuk  permintaan memudahkan lulus ujian. Hal-hal yang lazim diminta anak kepada orang tua.


Pada tulisan terakhir, Pulang, Penulis berbagi kisah mengenai perjalanan pulang ke Madura. (hlm. 304). Buku ini serasa kompas bagi anak muda. Gambaran tentang sisi menarik belajar di luar negeri. Dengan rentetan cerita seru dan pelik serta bentangan hikmah.


Pembaca akan menemukan belantara tulisan yang memikat dan inspiratif. Dengan menulis kisah di buku ini, Nurwahyu Alamsyah seperti memulangkan kenangan selama di Taiwan.


Judul        : Catatan Alam Di Taiwan

Penulis     : Nurwahyu Alamsyah

Penerbit   : Bitread

Cetakan   :  2019

Tebal        : 313 halaman

Presensi   : Fendi Chovi

*Pernah tayang di  Radar Madura 27 Mei 2019