Rabu, 21 Desember 2016

Maafkan saya, Mas Kardono

“Hidup terkadang memang kejam. Tapi, tuhan selalu berlaku adil.” Itu ungkapan yang ditulis  Tri Em pada halaman depan buku Melawat Ke Timur : Menyusuri Semenanjung Raja-Raja karya Kardono Setyorakhmadi, wartawan Jawa Pos. 

Foto Tanda Tangan Tri Em di buku Kardono

Tanda tangan itu memang sengaja kuminta secara langsung kepada Tri Em, pegiat di situs Jomblo.co tepat saat kami kopdar di Angkringan Mojok tempo hari. Baca kisahnya  klik di sini 

Ungkapan tersebut, kemudian aku posting ke wall facebook milikku plus dengan fotonya. Lalu, Tri Em juga menanggapi dengan membuat cerita yang agak panjang sekali. Ini tanggapan dari Tri Em di dinding akun facebook-nya.

"Mas, boleh minta tanda tangan?" pinta Fendi.

"Lho, kok minta tanda tangan sama saya? Sama penulisnya, Mas."
"Udah, Mas. Gak apa-apa."

Saya melirik ke arah Melfin dan Fajar, mereka tampak heran. "Gimana nih?" tanya saya kepada sepasang jomblo ini.

"Tanda tangan aja Mas," pinta Fendi untuk kali kedua.

Angkringan Mojok malam itu cukup ramai. Saya menghela napas. Andai buku ini adalah Catatan Mantan Playboy, dengan senang hati akan saya coret-coret tanpa rasa bersalah.

Sambil menggenggam pena, saya berkata pelan, "Aku gak enak ini sama Mas Kardono."

Tak ada yang mendengar kalimat itu. Mungkin terbawa Angin Kaliurang. Lalu hilang bersama wacana bertemu, menonton film di bioskop, atau hal apa pun di kotanya pada tanggal 12 Desember 2016. Ia yang memasang senyum serupa tembok tebal bertuliskan "Bajingan dan orang kota dilarang jatuh cinta!"

Wajah Fendi girang. Melfin dan Fajar diam-diam memperhatikan. Dua mahasiswa filsafat, yang satu jomblo sejak dalam pikiran apalagi perbuatan, sedang satu lagi berkata sedang mempersiapkan rencana balikan dengan mantannya. Ingin hati saya berbisik di telinga Fajar, "Balikan itu fana. Luka abadi."

Beginilah kalau mantan playboy ketemu dengan tiga jomblo baperan. Yang tak terlupakan adalah diminta menandatangani buku karya orang lain. Maafkan saya, Mas Kardono.

Selasa, 20 Desember 2016

Semangat Kerja Ala Nabi Muhammad Saw

BEKERJA merupakan salah satu langkah untuk mencukupi kebutuhan hidup, meraih penghasilan tambahan, menumbuhkan kreativitas serta mengembangkan kemampuan diri dalam meraih kekayaan. Dengan bekerja, manusia akan hidup mandiri dan belajar menikmati hasil usaha dari jerih payahnya sendiri.

Semangat bekerja akan melahirkan manusia-manusia aktif serta tidak pengangguran. Tidak mengherankan, kalau Presiden Joko Widodo mengajak kita untuk merevolusi mental dengan lebih aktif bekerja. Semangat bekerja, bekerja dan bekerja, memang perlu ditumbuhkan kembali dalam diri anak manusia. Sebab bekerja, adalah langkah yang tepat untuk menjadikan bangsa ini dan diri kita lebih maju.

Dan sangat relevan, jika momentum perayaan maulid nabi Muhammad Saw 1436 H. saat ini seharusnya menjadi semangat baru bagi kalangan umat muslim untuk meneladani sikap nabi, sbagai hamba yang cinta kerja. Kita perlu mendengarkan kembali, bagaimana nabi juga pernah memuji-muji manusia yang suka bekerja untuk memenuhi kehidupan mereka sehari-bari.

Dalam kitab Al-Tabarruk, seperti dituliskan kembali oleh Jalaluddin Rahmat dalam bukunya “Islam Aktual” dikisahkan, lihatlah bagaimana Sa’d bin Mu’adz Al-Anshari berkisah tentang penghormatan nabi Muhammad kepada dirinya. Suatu hari, setelah pulang dari perang tabuk. Rasullullah melihat tangan Sa’d menghitam dan melepuh. “Kenapa tanganmu, tanya Rasulullah Saw. “Karena diakibatkan oleh palu dan sekop besi yang saya gunakan untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan keluarga, jawab Sa’d. Mendengarkan itu, nabi lalu mengambil tangan Sa’d lalu menciumnya seraya berkata, “ Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh api neraka.

Begitulah. Rasulullah sangat menghargai para sahabatnya, yang senantiasa bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Tak segan, nabi pun mencium tangan kasar dan melepuh itu seraya memberikan motivasi kepada orang tersebut. Kisah di atas, merupakan salah satu fragmen menarik dari kehidupan Rasullullah yang selalu berupaya menyadarkan umatnya, terutama sahabat-nya untuk menjadi pekerja keras, bukan pemalas, apalagi pengangguran.

Menumbuhkan Etos Kerja Sejak Kecil

Kalau kita ingin melihat kembali perjalanan kisah sukses nabi Muhammad dalam mengemban dakwah islam, menjadi kepala rumah tangga serta menjadi panglima perang, salah satunya yaitu membangun mental kerja. Terbukti, sejak kecil, nabi Muhammad Saw tidak pernah berpangku tangan. Nabi aktif mengembala kambing membantu pamannya dan ketika remaja, nabi ikut berwirausaha ke berbagai negara di luar tanah mekkah. Prestasi kerja berwirausaha mendunia tersebut, merupakan salah satu bentuk bahwa nabi Muhammad memiliki etos kerja yang mengagumkan.

Dengan membudayakan semangat bekerja, manusia belajar untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari, bersikap mandiri serta tidak tergantung kepada belas kasih orang lain. Dengan bekerja, manusia akan memiliki penghasilan dan bisa menabung serta menyisihkan untuk biaya liburan, biaya membeli kebutuhan hidup dan kegiatan yang lain. Nah, kalau kita berani mengatakan rasa cinta kepada Rasullullah Saw, maka kita pun akan mencontoh salah satu sikap yang ada pada diri beliau, salah satunya yaitu giat bekerja.

Maka, mengajarkan anak-anak untuk bekerja adalah langkah yang tepat agar mereka terbiasa hidup aktif, bergerak, mandiri dan memiliki kebiasaan yang baik.

Bukan sekadar Memenuhi Kebutuhan Hidup

Saat kita bekerja, kita sebenarnya ikut serta untuk menjadikan diri kita lebih kreatif, bertanggung jawab dan berani menghadapi tantangan. Dan tentu, salah satu tujuan dari bekerja itu, yaitu memenuhi kebutuhan hidup dan  tidak kalah menariknya, kalau kita bisa menyumbangkan sedikit dari penghasilan kita untuk membantu orang lain.

Manusia, mengutip pendapat Aristoteles, sebagai Zoon Politicon atau “makhluk sosial”, sangat tidak bisa terlepas hubungan dengan orang-orang di sekitarnya. Manusia merupakan makluk sosial, yang setiap hari bersentuhan dan berdampingan dengan orang lain. Mereka tidak akan hidup sendirian. Untuk itu, ketika kita memiliki rejeki dan tambahan penghasilan yang berlipat, maka kita juga bertanggung jawab untuk ikut serta membantu orang-orang tidak mampu di sekitar kita.

Akhirnya, kita memahami, bahwa bekerja lalu menjadi kaya dan hidup berkecukupan, merupakan proses panjang dari kerja-kerja kreatif yang kita lakukan. Tetapi, ketika kita kaya. Kita harus ingat bahwa ada hak orang miskin di setiap rejeki yang kita peroleh. Dengan demikian, kita ikut belajar berbagi, menjadi dermawan dan hidup sukses, terhormat dan tidak menjadi pengangguran.

Maka, ketika kita masih ragu-ragu untuk membantu orang lain. kita perlu mengingat sabda Nabi Muhammad Saw, “Tangan yang di atas, lebih baik daripada tangan di bawah”. Makna tersirat dari hadist tersebut, memberi itu lebih mulia daripada jadi peminta-minta. Tentu, kita akan menjadi pemberi, kalau kita sudah bekerja. Iya, kan?

Fendi Chovi (Ditulis untuk Menyambut Moment Maulid Nabi Saw) 

Artikel ini dimuat di Harian Kabar Madura edisi 26 Januari 2015

Menikmati Waktu dan Hidup

PERAYAAN tahun baru 2015 telah kita lalui, tentu, kita menyaksikan begitu banyak panggung hiburan tersaji di berbagai kota di seluruh tanah air menunggu pergantian tahun tersebut. Orang-orang pun memadati jalan-jalan dan panggung-panggung hiburan tersebut, kita pun boleh bertanya, “Akankah tahun baru hanya sebatas menikmati hiburan?

 

Arsip tulisan di koran Suara Madura

Al-Quran Surat Al-Asr Ayat 1-3, mengingatkan, “Demi waktu, sesungguhnya manusia berada dalam kerugian, Kecuali orang-orang beriman, beramal shaleh, saling berwasiat dalam kebenaran dan saling berwasiat dalam kesabaran.

 

Begitulah. Tuhan menegaskan tentang waktu yang seringkali berganti dan anjuran bagaimana manusia melewati waktu tersebut agar dimanfaatkan untuk berjuang mengamalkan kebaikan dan menghargai waktu dan hidup. Adapun panggung hiburan dan gegap gempita saat menyambut tahun baru, hanya perayaan untuk mencari kesenangan semata. Kalaupun manusia merayakannya. Itu hanya sebatas bukti, bahwa tidak semua manusia suka pada sepi. Ruang bertakakur dan memikirkan nasib diri. Terlebih, sepi terlalu melangit. Sedangkan manusia hidup dengan ruang dunia yang berhampar gemerlap kemewahan. Sudahkah kita menyusun resolusi hidup di tahun baru yang baru saja kita rayakan tersebut? 

 

Itulah semangat yang perlu ditanamkan dalam diri kita. Agar senantiasa menghargai hidup dari waktu ke waktu. Menghargai hidup, berarti membuat hidup lebih sejahtera, berkembang dan maju. Bagi orang-orang yang berpikiran maju, hidup harus senantiasa dimaknai sebagai tangga demi tangga untuk mencapai target kesuksesan yang kita impikan.

 

Proses yang Tidak Pernah Berhenti …

Salah satu target dalam hidup adalah meraih sukses. Sukses di tempat yang kita impikan. Sukses di bidang yang kita minati. Tentu, keberhasilan semacam itu, tidak sekadar pengharapan semata melainkan harus dilalui dengan perjuangan dan semangat berproses dari tahun ke tahun untuk meningkatkan diri.

 

Tahun baru, seharusnya dimaknai sebagai langkah untuk menghadirkan semangat baru menuntaskan apa-apa yang telah kita mulai. Kita harus bangkit dan tumbuh sebagai insan pembelajar, ya. Kita belajar untuk menjadi pribadi yang setia pada proses untuk menjadi lebih baik, belajar pada apa yang telah kita lalui dan menikmati prosesnya agar lebih maju. Kehidupan ini senantiasa berubah, kita yang hanya diam, akan tertinggal oleh perubahan zaman tersebut.

 

Saat waktu terus berganti dalam hitungan detik, menit dan jam maka kita perlu memikirkan terus menerus, sejauh mana kita sudah melakukan kerja-kerja besar untuk mewujudkan mimpi-mimpi tersebut.

 

Tahun baru hanya soal waktu, dan waktu seperti diungkapkan oleh Norman Vince Peale saat mengutip pendapat Russel M. Kemp, “Waktu tidak berwenang menyeret kita untuk menjadi tua. Kita tidak hidup oleh karena waktu.  Tetapi kita hidup dalam kekuatan tuhan yang senantiasa ditanamkan dalam diri kita. Kekuatan hidup tidak diatur dari sistem waktu.  Sebab tuhan, seribu tahun  itu sama saja dengan waktu satu hari kemarin bagi manusia.

 

Jadi, saat kita merayakan tahun baru, sebenarnya ada kekuatan tuhan yang disematkan pada diri kita untuk lebih bertanggung jawab menggunakan dan memanfaatkan waktu tersebut untuk urusan yang lebih baik. Maka, tak ada kesempatan lagi untuk menyia-nyiakan semua apa yang telah diberikan tuhan tersebut. Kita harus bangkit dan terus berkembang. Dengan cara apa, dengan cara setia kepada resolusi mimpi yang telah kita buat.

 

Mungkin, kita masih kurang maksimal saat mewujudkan mimpi tahun lalu. Tahun baru hadir untuk memberikan kesempatan kepada kita kembali, untuk terus bergerak agar mimpi itu terwujud. Tentu, kita harus membangunkan diri kita, agar terus bekerja keras agar semua apa yang kita impikan bisa terwujud. Seperti ditulis J. Syahban dalam bukunya Energi Ketuhanan untuk berbisnis saat mengutip ungkapan penyair Lebanon, Khahlil Gibran (1833-1931), “Ketika kita bekerja, sesungguhnya engkau sedang mewujudkan mimpi-mimpi milik dunia, yang selalu menuntut kepadamu tentang kapan mimpi itu kapan terwujud.”

 

Pada akhirnya, esensi hidup adalah sejauh mana kita selalu ingat kepada tuhan, beramal shaleh dan saling berbagi nasehat agar kita menjadi hamba yang baik dan terus bersabar. Sebab, hanya dengan bersabar, manusia akan mampu menuai semua impian demi impian yang diharapkan.

 

Tulisan ini dimuat di Harian Suara Madura tanggal 27 Januari 2015

 

Memaknai Insan Cita sebagai Ruh Kemajuan HMI

Dirgahayu ke-68 Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) tahun 2015 ini, setidaknya menjadi catatan penting bagi perkembangan dan kemajuan untuk organisasi yang turut mewarnai pemikiran generasi muda Indonesia tersebut.

Bagaimanapun, kita harus akui, Himpunan Mahasiswa Islam, disingkat HMI, adalah organisasi besar yang tumbuh di Indonesia. Dibawah sentuhan Lafran Pane, sang pioneer, HMI mampu melahirkan orang-orang yang namanya tak asing di ranah politik ataupun pemikiran islam. Sebut saja, Yusuf Kalla, kini wakil presiden Indonesia, dan Nurcholis Majid, salah satu pemikir kontemporer yang cukup disegani tidak hanya di Indonesia. Mereka adalah alumni yang dikader di laboratorium Himpunan Mahasiswa Islam dengan semangat insan cita, sebagai ruh pemompa kemajuan kader-kader HMI.

Tentu, keberhasilan kader HMI di masa lalu, harus mampu dijadikan sebagai warisan positif agar generasi HMI di masa mendatang, pun lebih sukses lagi. Terlebih, momemtum perayaan ulang tahun HMI tanggal 5 Februari yang baru terlewati, seharusnya mampu menjadi kan semangat juang anak-anak HMI bangkit kembali.

Memaknai Insan Cita HMI

Untuk memaknai insan cita, apalagi hendak menerapkannya di dalam misi mendidik mahasiswa maka perlu diingat bahwa syarat menjadi HMI sebagai organisasi kader dan organisasi perjuangan adalah mendidik anggota yang sadar bukan penurut. Mahasiswa yang aktif di HMI diharapkan bahwa mereka benar-benar sadar untuk ikut berproses menjadi, tumbuh dan berkembang dan berpikiran maju, bukan kader yang menuruti ajakan teman-teman, kakak, guru. Setidaknya, dengan kesadaran tersebut, membuktikan bahwa kader HMI adalah kader-kader yang siap mengemban tugas, menjalankan kegiatan diskusi, dialog dan berbicara tentang narasi perjuangan bangsa di tangan mahasiswa. Maka, dengan kesadaran tersebut, sikap militansi dan semangat untuk menghidupkan budaya diskusi, membaca dan menuliskan pemikiran bisa terbangun secara aktif di HMI.

Nah, seperti dikemukakan dalam buku Pergolakan Pemikiran Islam : Sebuah Catatan Harian karya Ahmad Wahib bahwa emosi insan cita akan melahirkan  scientific creativity atau developed creativity maka Insan Cita HMI adalah mereka, kader HMI yang berkemampuan akademis, bersikap hidup kreatif dan berwatak pengabdi dan bernafaskan islam.

Insan cita HMI merupakan cermin dari wajah-wajah prestasi perjuangan anak-anak HMI. Jangan sampai kita menjadi anggota HMI, Mengutip Sartre- tetapi perilaku kita tidak otentik dengan semangat orang-orang HMI. Itulah yang harus menjadi nafas bagi mahasiswa, yang ikut andil menjadi bagian dari Himpunan Mahasiswa Islam. Nah, bagaimana menjalankan peran HMI sebagai insan  cita?

Untuk itu, salah satu bukti konkret terlaksanya penerapan insan cita HMI di tubuh aktivis HMI di dalam diri mahasiswa, terlihat saat mahasiswa memiliki indek prestasi (IP-nya) yang mengagumkan, tidak apatis untuk aksi turun ke jalan (baca : demontrasi), meneriakkan perlawanan pada kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Mereka adalah kader HMI yang mengamalkan insan cita.  Sebaliknya, jika kader HMI terlalu memprihatinkan secara akademis, pemikiran, ataupun rekam jejak yang baik. Barangkali, mereka adalah mahasiswa yang kehilangan “ruh” insan cita yang ada pada HMI.  

Untuk itu, semangat memaknai insan cita dan mengaplikasikannya dalam nuansa dunia akademik di kalangan mahasiswa ataupun ketika keluar dari perguruan tinggi menjadikan mereka sebagai generasi yang siap mengemban tanggung jawab sosial dalam urusan kebangsaan.

Dari Universitas untuk Indonesia 

Perguruan tinggi, adalah panggung pembelajaran bagi mahasiswa untuk menempa keterampilan diri, bermental pemenang, memiliki keuletan, dan mampu mengelola organisasi. Maka, tidak mengherakan lulusan sebuah Universitas merupakan harapan terbaik sebagai pemimpin bangsa di masa-masa yang akan datang. Terlebih trifungsi mahasiswa menegaskan bahwa mahasiswa adalah agent of change, sosial control dan man of analisis yang tugasnya berperan sebagai pengganti generasi terdahulu untuk mengambil posisi dalam mempertahankan kemajuan bangsa. Maka, sebagai mahasiswa, kader HMI harus ikut ambil posisi untuk membuat diri lebih matang dalam menanggung tanggung jawab dalam dunia akademik, organisasi ataupun prestasi.
Dokumentasi Pribadi. Kliping tulisan dimuat di koran

Sebagaimana diungkapkan Ahmad Wahib, pemuda kelahiran Sampang ini, menguraikan bahwa emosi insan cita HMI akan melahirkan sikap scientific creativity atau developed creativity, setidaknya bisa dimaknai bahwa kader HMI merupakan mahasiswa yang siap menghasilkan kreativitas berbau ilmiah, salah satunya yaitu menghidupkan kajian-kajian semisal dialog seputar kebangsaan, keagamaan, mencari solusi atas berbagai tantangan bangsa di masa mendatang. Dan terlebih menghidupkan spirit berkreativitas sesuai misi trifungsi mahasiswa yang salah satunya adalah sebagai agent of change, maka mahasiswa aktivis HMI, harus mampu berkarya, mendidik, dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa. Tentu, dengan pelajaran penting selama jadi mahasiswa, maka kader HMI hanya menunggu waktu untuk memerankan tugasnya di kehidupan yang sebenarnya, berhadapan dengan masyarakat. Ya, Berhadapan dengan masyarakat yang penuh dengan nilai-nilai norma sosial, agama, budaya, setidaknya membuat kader HMI memiliki kecakapan untuk tampil sebagai sosok intelektual ataupun pemimpin baru yang menjanjikan di masa mendatang. Itulah kader HMI yang dibentuk di Universitas sebagai pemimpin bangsa Indonesia di tahun mendatang.

Fendi Chovi (Ditulis menyambut Dirgahayu HMI)
Dimuat di Kabar Madura edisi 27 Mei 2015

Menguatkan Kembali Etika Pembelajaran Di Sekolah

Belajar merupakan proses dari tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar adalah proses dari tidak bermoral menjadi bermoral. Berbagai perjuangan dilakukan oleh pelajar demi mengetahui apa –apa yang belum diketahuinya.

Beberapa harus bermalam–malam mengulang materi sekolah demi mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran. Proses mengetahui dan bermoral selain membutuhkan pengorbanan tenaga dan waktu. 

Hal lain yaitu sikap pantang menyerah untuk jujur dalam belajar, sehingga menghasilkan output yang baik, salah satunya Pelajar harus sedini mungkin diajarkan memiliki karakter bermoral dan bertanggung jawab. Pendidikan karakter sangat dianjurkan demi mencetak generasi cerdas tapi memiliki karakter dan sikap keperdulian terhadap masyarakat.

Koran Jawa Post (15/06/11) memuat artikel Rektor Universitas Negeri Surabaya, Bapak Muchlas Samani dengan judul “ Belajar dari kasus menyontek masal di SDN Gadel Percepat Pendidikan Karakter, dalam tulisan itu, dijelaskan kasus menyontek massal saat ujian nasional (UNAS) di SDN Gadel 2 Surabaya. Sehingga fenomena kecurangan sekaligus menggelisahkan ini memberikan efek negative terhadap pendidikan itu, bahkan keluarga Siami harus diusir karena berbuat kejujuran melaporkan kecurangan tersebut. (Jawa Post, 15 Juni 2011).




Kejujuran bukanlah hal utama ketika keinginan meraih hasil dan manfaat begitu besar dan ambisius, sehingga berbagai perilaku menyimpang sering dilakukan oleh berbagai lembaga pendidikan itu sendiri. Mungkin kasus di SDN Gadel 2 Surabaya hanya salah satu kasus yang nampak kepermukaan. Barangkali kasus –kasus dan kejadian serupa juga terjadi di Madura walaupun tidak sempat tercover oleh Media Massa.

Pentingkah pendidikan karakter bagi pelajar? Secara sepintas dan khusus, tujuan Pembelajaran yaitu untuk menghasilkan karakter pelajar yang berkarakter baik dan bermoral. Salah satu kegagalan lembaga pendidikan maupun guru yaitu adanya sikap dan perilaku yang tidak mampu menanamkan karakter baik terhadap siswanya. 

Akibatnya, banyak sekali perilaku menyimpang dilakukan oleh remaja yang berstatus pelajar melakukan perilaku yang kurang mencerminkan sebagai insan pembelajar.

Banyak sekali pelajar melihat kesuksesan dari hasilnya saja, tanpa melihat dari proses panjang dari tahap mencapai kesuksesan itu. Pelajar sedikit berprinsip lain, bahwa kesuksesan manakalah tujuan tercapai dengan penghematan tenaga dan waktu, akibatnya proses menyontek terjadi di setiap ujian Semester maupun ujian Nasional. 

Saat ini, karakter pelajar sudah terbilang kurang mampu menyerap nilai –nilai dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Guru, sebagai sentral dari pencetak keilmuwan pelajar itu sendiri seharusnya memiliki tanggung jawab untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja serta hasil dari proses belajar mengajar itu sendiri. 

Sangat disayangkan, jika seorang guru juga turut ikut –ikutan dalam pemberian contoh yang kurang baik terhadap siswa. Adagium kalau guru kencing berdiri maka murid kencing berlari bukan isapan belaka lagi. Akibat sikap guru yang tidak produktif dan tidak mampu berkarya, copy paste di sana sini. 

Akibatnya, banyak juga pelajar yang menirunya. Banyak tugas –tugas yang mengkopi karya orang lain, lalu diatas namankan dengan karyanya sendiri tanpa prosedur pengambilan pengutipan yang mencantumkan nama penulisnya.

Pelajar sebagai bagian dari proses belajar mengajar itu, akan sedikit menyontoh perilaku dari gurunya. Sehingga, tepatlah bahwa perilaku buruk guru akan memperparah perkembangan moral siswa itu sendiri. Berbagai hal sering dilakukan oleh pelajar karena minimnya pengetahuan atau ketidak adanya sikap kejujuran. Sehingga hal yang harus dijauhi malah semakin diakrabi. 

Pendidikan karakter harus menjadi tolak ukur kesuksesan pelajar, terutama dalam lingkungan akademik sebelum pelajar itu mengemban tugas lebih besar dan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Sehingga, apabila mereka menjadi pemimpin nanti, sikap dan karakter itu mampu menyadarkan akan esensi dari pendidikan, tanggung jawab dan kejujuran. Kalau hal ini terjadi, maka, negeri ini tidak akan lagi menemukan pemimpin korup yang suka melakukan perbuatan kurang bertanggung jawab, karena sejak awal sudah diajarkn budaya bertanggung jawab dan produktif melalui kejujuran.

Ditulis Fendi Chovi 
(Pernah dimuat di Radar Madura, dalam rubrik "Dari Pesantren untuk Pesantren" dan tanggalnya dah lupa)

Mimpi Sejuta Dollar, Sebuah Cerita Penuh Haru

Pernah aku berbicara kepada Alva, “Seandainya impian kita hanya khayalan di siang bolong, apa yang akan kita lakukan?

“Realistis dan terus berusaha,” Jawab Alva.

“Jangan-jangan, bukan hanya janji sukses Anthony Robbin yang tidak akan terjadi, tetapi bertemu dia mungkin juga hanya mimpi,” aku tertawa. “Mungkin saja selama ini kita hanya benar-benar bermimpi dan berhenti sebatas mimpi.”

Petikan dialog di atas tersaji dengan sangat menarik di dalam buku “Mimpi Sejuta Dollar” tentang Merry Riana, gadis sukses berpenghasilan 1 juta dollar pada usia 26 tahun. 

Buku karya Alberthiene Endah ini bercerita awal mula Merry Riana mengejar cita-cita terbesarnya, termasuk keinginannya mengikuti pelatihan seorang motivator kelas dunia, Antony Robbin. Yang kemudian menjadi inspirasi untuk keberhasilannya di tahun-tahun selanjutnya. 

Percakapan itu juga menggambarkan keraguan Merry Riana, impiannya bakal terwujud, terutama saat berharap bisa bertemu Anthony Robbin karena seringnya ia gagal. Menurut kabar untuk sekadar mengikuti pelatihan Antony Robbin harus membayar sebesar 2.500 dolar atau 17,5 juta rupiah.

Merry Riana bertekad untuk mencapai kesuksesan di usia 26 tahun. Kesuksesan tersebut tidak terlepas dari usahanya yang benar-benar dasyat. 

Ia memulai dengan satu tekad, yaitu sukses secara finansial di usia muda. Diceritakan, ‘Ia juga berkali-kali gagal ketika pertama kali memulai usaha, termasuk gagal uang 70 juta saat mencoba berbisnis saham."

Sejumlah penolakan serta kegagalan, menjadikan Merry Riana kenyang dengan berbagai pengalaman berharga, sehingga ia bisa mencari terobosan demi terobosan untuk mewujudkan impiannya. Sukses di usia muda. Setiap ia gagal, ia bukan malah berputus asa atau berhenti untuk mencari kesuksesan. 

Ia melompat lebih tinggi dengan melihat dan mengevaluasi setiap pembelajaran kegagalan yang dialami. 

Hasilnya, kita lihat saat ini. Merry Riana, sebagai mana dimuat di koran nasional Singapura, Straits Times pada 26 Januari 2007 bahwa ia berhasil menghasilkan satu juta dollar pertamanya di usia 26.

 



Kabar yang Tak Terduga

Satu hal yang layak dilihat dari perjalanan Merry Riana meraih kesuksesan, yaitu keterlibatan Alva, kekasih yang kini menjadi suaminya. 

Sejak kuliah di Nahyang Teknological University (NTU) di Singapura. Merry bertemu dengan sosok pemuda bernama, Alva Tjenerasa. Pertemuan itu bermula, ketika ia mencari sesuatu yang mendamaikan hati, salah satunya melalui kegiatan untuk mendalami pemahaman keagamaan di kampusnya. Sehingga dari itu, ia lebih rajin pergi ke Gereja untuk berdoa dan memahami Al-Kitab. Termasuk berdoa untuk mewujudkan cita-cita.

Selanjutnya, pertemuan dengan Alva, seolah memberikan berkah tersendiri bagi Merry. Alva digambarkan sebagai patner yang pinter memberikan motivasi serta menjadi teman diskusi yang menyenangkan. 

Merry menikmati hari-harinya di kampus bersama Alva, termasuk saat pertama kali memimpikan harapan terbesar mereka berdua, menjadi pengusaha sukses di usia muda.

Suatu ketika, ibunya menelpon ria – panggilan akrab Merry Riana. Ibunda Merry mendengar kabar jika anaknya bekerja sebagai asuransi pada sebuah perusahaan. 

Hal ini, diketahui setelah Luki, mahasiswa asal Indonesia merasa tertekan mendapat tawaran dari ria, untuk ikut asuransi juga. Lalu diceritakan kepada ibunya sendiri. 

Nah, ibu luki kemudian menceritakan juga kepada ibunda ria, terkait persoalan yang dihadapi anaknya akibat ulah tingkah ria. Ibunya pun menyuruh ria untuk menghentikan semua usaha itu. 

Mendengar hal tersebut, ria menjadi merasa tidak enak diri. Setelah selesai ibunya menelpon, kemudian ia menangis dan menangis mengingat semua ini dilakukan untuk membahagiakan orang tua, yaitu bebas finansial di usia muda. Namun, ibunya malah melarangnya.

Ketika Merry bersedih, Alva datang untuk memberikan motivasi.

“Alva, menemuiku malam itu, dan dia melihat mataku bengkak karena habis menangis. Kuceritakan semuanya kepada Alva. “ Apakah pilihan ini jelas bisa menjadi penjaga masa depan kita alva, sudah hampir masuk tiga bulan ketiga tapi apa yang kita raih masih begini-begini saja,” Aku mulai mulai merunduk.

Alva menatapku dengan simpati. Ia menghela nafas. “Ria, aku sadar, segala rasa sakit di hati dari pekerjaan ini kamu merasakan. 

Tapi ketahuilah ria, kamu sangat luar biasa. Dari apa yang sudah kamu raih selama dua bulan ini, kamu sebetulnya sudah mencatat pencapaian yang tidak kalah dengan sales senior. Ingatlah tujuan kita untuk mencapai kesuksesan di usia muda dan membahagiakan keluarga.”

Kalimat Alva membangunkan energiku lagi. Perlahan-lahan kuhapus air mataku dan kutata lagi hidupku. Ya, hal semacam ini akan banyak terjadi dan aku harus siap. 

Itulah kisah kesuksesan Merry Riana dengan dukungan cinta yang luar biasa, bagaimana denganmu?

Fendi Chovi, (Artikel ini ditulis untuk meresensi buku Mimpi Sejuta Dollar)