Reportase Fendi Chovi
Blogger/tinggal di Dungkek, Sumenep
Blogger/tinggal di Dungkek, Sumenep
SEJUMLAH perwakilan komunitas dan organisasi daerah
mengikuti training Penggerak Perdamaian dan Keragaman Berbasis
Komunitas, di Klenteng Hong San Kiong, Gudo, Jombang, Selasa-Jumat
(11-14/7/2017).
Diinisiasi Gusdurian, Jombang, Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD), dan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI). Kegiatan ini memberikan kesempatan anak-anak muda mempelajari dan menyelami isu-isu tentang keragaman dan radikalisme.
Di awal sesi, Aan Anshori,
fasilitator dari JIAD, menyinggung keterlibatan pemuda menjadi bagian
dalam gerakan perdamaian dan menolak radikalisme serta memperkaya materi
dengan diskusi kelompok, lalu mempresentasikannya.
Bersama Peserta Terpilih Training Penggerak Perdamaian dan Keragaman di Klenteng, Hong San Kiong, Gudo, Jombang |
Penrad Siagian dari PGI, fokus membahas analisis sosial menyangkut
radikalisme dan sumber pemicu lahirnya radikalisme dalam agama.
"Kita harus mampu memetakan persoalan radikalisme dengan memanfaatkan
analisis SWOT, sebagai agen komunitas perdamaian yang peduli dengan isu
keragaman dan kebhinnekaan," tuturnya.
Ia menyinggung peran pemuda harus lebih signifikan terutama dalam
memahami gejala-gejala sosial dan melihat faktor-faktor terjadinya
radikalisme berbasis agama.
Dilanjutkan Amin Siahan, peserta harusnya terlibat dalam diskusi soal
memenangkan kampanye perdamaian melalui penggunaan media sosial untuk
menggalang dan menjaring komunitas perdamaian di setiap daerah.
Upaya memahami intoleransi dikemukakan Roro Wahyuningtyas. Ia
memberikan tabel untuk mengukur kadar intoleransi keluarga dan
komunitas. Tak hanya itu, upaya menggerakkan anak-anak muda terlibat
aktif sebagai penggerak perdamaian dikemas dengan forum group discussion
untuk membuat proyek agenda kegiatan berkelanjutan.
Peserta juga menikmati sesi field trip ke rumah ibadah dan komunitas
keagamaan, menziarahi makam KH Abdurahman Wahid, ke Tebuireng, berdialog
di Gereja Kristen Jawa Wetan Mojowarno, serta Pura Amarta Bhuana,
Ngepeh, Jombang.
Lewat kunjungan diharapkan para anak muda lebih intensif berdiskusi
serta berdialog dengan para pemeluk agama lain dan mendengarkan cerita
penuh perjuangan dari komunitas keagamaan yang terdiskriminasi dan
memperjuangkan hak-hak mereka sebagai warga negara.
Tak hanya itu, peserta juga berkesempatan merasakan live in, berupa
tinggal bersama dengan warga setempat yang berbeda keyakinan. Peserta
muslim di tempatkan di rumah warga non muslim. Sebaliknya, peserta non
muslim tinggal di rumah warga muslim.
Ke depan, peserta juga terlibat dalam penulisan buku seputar
pengalaman mereka berdiskusi dan berdialog yang didapatkan selama acara
serta menjaring komunitas daerah agar berkolaborasi dalam agenda dialog
antar iman. Keren kan?