Pada
peringatan hari International Day of
Peace tanggal 21 September ini, saya berkesempatan mengikuti acara Divercity
Youth Camp and ToT Conflick Transformation
: Promosi nilai-nilai perdamaian oleh pemuda lintas agama dengan cara memahami
kearifan lokal serta pemanfaatan media informasi komunikasi
Bersama sekitar
45 pemuda di berbagai kota di Jawa Timur, kami datang untuk ikut mendiskusikan tentang keberagaman dan perdamaian.
Saya membuat esai saat mengikuti kegiatan ini yang
sebelumnya harus diseleksi dulu oleh Panitia dari Komunitas Staramuda
(staramuda.org).
Ya, selama tiga hari bertempat di Mahavira Mojopahit di
Trowulan Mojokerto, (19-21) bersama para peserta terpilih perwakilan dari
beberapa organisasi yang ada di Jawa Timur.
Mengajak
Pemuda Membicarakan Perdamaian
Kegiatan mengenai perdamaian memang
harus dimulai dari proses dan dialog tentang makna keberagaman yang ada di
negeri Indonesia ini. Hal ini dinilai sangatlah penting dan seharusnya menjadi tempat bagi para pemuda
untuk ikut bersuara dalam hal menghargai dan mempelajari keberagaman itu
sendiri. Keberagaman budaya, adat istiadat, bahasa, dan beberapa elemen lainnya
hadir bukan untuk ditentang tetapi dijadikan sebagai sarana untuk saling
menghargai satu dengan yang lain.
Saya
kira mengajak pemuda membicarakan perdamaian sangatlah simple dan membutuhkan
kegiatan berkelanjutan dengan pembelajaran berdasarkan pengalaman di lapangan.
Ajaklah mereka mengenal riwayat panjang nenek moyang dan para Founding Father negeri ini ketika
pertama kali bersuara tentang perlunya kemerdekaan.
Berkunjung ke beberapa
daerah, tempat tumbuh dan berkembangnya masyarakat yang hidup rukun dan
berdampingan serta berkunjung ke tempat rawan konflik dan menyaksikan hidup
masyarakat yang menderita akibat sikap penduduknya yang tidak bisa toleran satu
dengan yang lain.
Perihal pentingnya dialog untuk menghargai keberagaman dan
menimimalkan terjadinya konflik yang mengakibatkan banyak korban harus segera
dicari solusi alternatifnya oleh para kaum muda sebagai salah satu bagian dari
kaum muda yang mencintai perdamaian.
Para
peserta menikmati pembelajaran tentang keberagaman dan semangat menghargai
serta cara mengatasi konflik.
Para pemateri merupakan para pemuda yang aktif
dan inten bergerak dalam hal isu-isu perdamaian di Jawa Timur maupun kegiatan
yang berskala nasional seperti Gus Roy Murtadha, Gus Aan Anshory dan mahasiswa Post Graduate yang
sedang menempuh studi S3 di Tokyo bernama Romo Haspuranto serta Mutia Sari dan Zaki
Habibi, dari Universitas Islam Indonesia (UII).
Pada awal sesi para peserta disuruh
menuliskan dua hal dalam kertas kecil yang telah disediakan dan kertas itu
ditempelkan di salah satu kertas karton. Para peserta disuruh menuliskan
tentang harapan dan kekhawatiran dan
panitia kemudian membacakan beberapa tulisan tersebut.
Dari tulisan tersebut
saya bisa menduga harapan dan kecemasan teman-teman pada saat proses
berlangsung nanti. Beberapa yang ditulis
kadang tidak banyak yang serius dan kadang terdengar agak humoris semisal :
Dengan ikut acara ini, saya jadi tidak malam minggu. Juga ada yang menulis
seperti ini, Pak Panitia AC di saya
mati. Dan seterusnya.
Kegiatan
ini terasa padat dengan pembelajaran teknik berkomunikasi untuk menjauhi
konflik dengan perumpaan dan contoh mendasar yang diintruksikan oleh
panitia. Delapan peserta disuruh maju ke
depan dan satu peserta yang berdiri di paling ujung dibisikkan sebuah kalimat
dan kalimat itu disampaikan kepada orang disebelahnya sampai akhirnya ke
delapan orang tersebut menerima pesan tersebut. Kemudian para peserta meminta
masing-masing peserta terutama peserta terakhir untuk menyebutkan kalimat yang
disampaikan teman sebelahnya.
Ajaib sekali. para peserta tersebut memberikan
informasi yang salah dan kurang tepat. Dengan demikian. Satu pelajaran penting
sudah didapat yaitu bahwa komunikasi yang keliru perlu diwaspadai dan kalau
menerima informasi harus dicek ulang sebab pemberi informasi pertama terkadang
menjadi salah ketika disampaikan oleh pihak kedua ataupun keempat dan jika
tidak teliti dan mengecek ulang maka informasi itu akan berakibat fatal jika
itu menyangkut kehidupan orang lain. Begitulah.
Field Trips untuk
Melihat Indonesia di Masa Lalu
Para
peserta juga menikmati beragam game-game dalam acara ini. Para pemateri juga
begitu lihai menyampaikan materi. Sesi terakhir pada kegiatan ini adalah Field Trip ke makam Gus Dur di Pesantren
Tebuireng di Jombang, Ke GKJW (Gereja Kristen Jawi Wetan) di Mojowarno,
Mojokerto serta ke Museum Majapahit di Mojokerto.
Pada malam perpisahan, para
peserta diajak berkumpul di halaman dengan membuat lingkaran dan para kegiatan
tersebut itulah, para peserta diminta untuk mewakili daerahnya masing-masing
dan mereka memanfaatkan untuk menyampaikan harapan dan juga pesan-pesan kepada
peserta lainnya.
Pada
kunjungan ini, para peserta diajak untuk meresapi beragam nilai-nilai
perjuangan yang ada dalam warisan para leluhur dan cara menghargai orang lain
sebagai bentuk toleransi antar sesama. Banyak yang bisa dipelajari selama
kegiatan ini, para peserta diajak berdoa bersama di makam Gus Dur seorang tokoh
Pluralisme di Indonesia sambil menaburkan kembang-kembang di atas pusara tokoh
besar dan juga mantan Presiden Ke-4 RI ini, kemudian para peserta juga diajak
berkunjung ke Gereja Kristen Jawa Wetan (GKJW) di Mojowarno dan bertemu dengan
pemimpin gereja untuk mendengarkan kearifan lokal “unduh-unduh” sebagai bagian untuk menciptakan toleransi dan
keberagaman di desa Mojowarno.
Di dalam Museum Majapahit di Mojokerto |
Kunjungan
berikutnya, para peserta berkunjung ke Museum Majapahit dan beberapa candi yang
ada di daerah Trowulan dan melihat beberapa sisa peninggalan sejarah kerajaan
adi daya Majapahit dan bagaimana semangat toleransi di dalam beberapa bangun
terlihat di museum tersebut.
Beberapa patung dan ornament masa lalu masih tersimpan
di dalam museum ini termasuk foto Ir. Henry Meclaine Pont sebagai arsitek
belanda yang menjadi mediator terkumpulnya benda-benda peninggalan kerajaan
majapahit dan beberapa benda-benda kuno yang ditemukan di Jawa Timur.
Kegiatan
ini merupakan kerja sama antara komunitas staramuda dengan beberapa lembaga di
Mojokerto serta tindak lanjut dari ToT atas prakarsa Fakultas Koumunikasi
Universitas Islam Indonesia dan Berghof Foundation German.
Hal menarik dari
kegiatan ini adalah upaya untuk mengajak kaum muda lebih intens mengenal satu
dengan yang lain. mengajak pemuda berkenalan dengan orang-orang berbeda
komunitas, berbeda pengetahuan dan juga berbeda pengalaman. Dengan demikian,
maka upaya untuk mencintai keberagaman dan menciptakan kedamaian di sekitar
lingkungan kita akan bisa kita tularkan kepada orang lain.
0 komentar:
Posting Komentar