Sabtu, 29 Agustus 2015

Peran Para Pemuda di Balik Kekuatan Pers

Mengikuti Fellowship SEJUK

TUGAS para jurnalis adalah mengadvokasi persoalan ketimpangan di dalam masyarakat dan lakukanperlawanan dengan cara menuliskannya. Begitu ungkap Shinta Maharani, kontributor koran Tempo saat mengisi workshop Pers Kampus yang di hadapan sekitar 25 perwakilan Lembaga Pers Mahasiswa. Wokrshop bertema Mewartakan Isu Keberagaman itu dihajat 4-6 Juni 2015 lalu di Hotel Pandanaran, Yogyakarta.

Pelatihan untuk aktivis pers kampus ini, menyajikan materi seputar konflik, pelanggaran HAM, isu gender dan agama serta kebebasan dan memahami etos kerja peliputan. Menghadirkan narasumber dari koran Tempo dan Jakarta Post yang tergabung dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Yogyakarta.

Peserta menikmati sensasi belajar peliputan lewat field trip ke lokasi yang telah ditentukan panitia. Mereka belajar bertanya, mewawancarai dan menuliskan hasil liputan sebagai tim. Masing-masing tim mempresentasikan hasil karya liputan mereka di hadapan peserta yang lain.

“Tugas para jurnalis adalah memperjelas informasi dan mendudukkan masalah secara jelas," tegas Ahmad Junaidi, jurnalis Jakarta Post saat mengomentari tulisan peserta yang dinilai kurang tepat dalam pengambilan angle dan penggambarannya kurang tajam.

Pada sesi materi Media dan Kebebasan, Andi Budiman, mewanti-wanti agar para jurnalis muda lebih peka dan mampu mewartakan fakta seputar kehidupan masyarakat yang sedang bertentangan, termasuk kelompok-kelompok intoleran.

Selama tiga hari, peserta belajar berdiskusi, berdialog seputar konflik dan pelanggaran HAM yang kerapkali terjadi di dalam kehidupan masyarakat. Peserta pun terlihat menikmati pembelajaran mengadvokasi lewat tulisan untuk memberikan suara pada kehidupan mereka yang termarginalkan. dan bertanggungjawab merawat kehidupan berbangsa dan bernegara lewat peranan media massa. 

Workshop Pers Kampus atas inisiatif Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (Sejuk), Friedrich Nauman Stiftung Fur Die Freinheit (FNF), melibatkan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), memberi kesempatan kepada aktivis pers kampus di Jawa Timur dan Jawa Tengah untuk belajar tentang perananan media untuk merawat Indonesia.  Di tangan para jurnalis muda inilah tanggung jawab masa depan Indonesia disematkan!


Dimuat di Harian Surya. Baca Ini link-nya !
Tulisan ini dibuat saat saya mengikuti workshop Pers Kampus sebagai Fellowship Sejuk 2014

Selasa, 30 Juni 2015

Tak Sekadar Menjadi Jurnalis


#Liputan Fendi Chovi

“Apakah kalian bekerja sebagai jurnalis hanya untuk mencari nafkah, karena mempertahankan hobi menulis atau memberikan nafkah anak dan istri. Pikirkan itu baik-baik.” Ungkap Miftah Faridl, wartawan Harian Pagi Surya saat membuka sekolah kaderisasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Surabaya. (14/06)

Sekitar sepuluh jurnalis muda dari berbagai media massa baik cetak dan online serta televisi mengikuti kegiatan sekolah kaderisasi ini. Peserta belajar tentang jurnalisme dan kode etik jurnalistik yang harus dimiliki para jurnalis ketika bekerja.

Miftah Faridl membuka kegiatan sekolah kaderisas Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dengan pernyataan-pertayaan menggugah seputar esensi bekerja dan menjalankan jurnalisme. “AJI berjuang menjaga Pers tetap berada pada ril-nya meski dengan perjuangan berdarah-darah,” tegasnya. 
 
Foto bersama Peserta Sekolah Kaderisasi AJI, Surabaya (2015)
“Kita berjuang untuk memberikan informasi yang benar. Itulah esensi kita berjurnalisme. Ungkap Donny Maulana Arief, saat mengisi materi mengenai jurnalisme.” Dony memberikan kesempatan kepada peserta untuk memberikan pernyataan tentang kebebasan pers dan diskusi berlanjut pada tantangan tentang masa depan Pers itu sendiri. Siapakah yang mengancam kebebasanPers di era saat ini?

Para peserta memberikan beberapa jawaban bahwa ancaman kebebasan Pers itu terletak pada pemerintah, pemilik media, mafia hingga organisasi kemasyarakatan maupun pemasang iklan yang ikutserta menintervensi para jurnalis memberikan informasi yang benar kepada publik.  Tugas jurnalis adalah menjadi pelayan untuk kepetingan bersama. Ungkap doni. 

Maksum, Dosen S-2 Universitas Airlangga, Surabaya dan mantan jurnalis Jawa Pos mengisi sesi Etika dan Kode Etik Jurnalistik. Maksum mewanti-wanti agar para jurnalis selalu check and ricek ketika sedang melakukan peliputan.

Selama satu hari, peserta menikmati pembelajaran seputar jurnalisme, kebebasan dan kode etik yang harus dimiliki oleh seorang jurnalis. Aliansi Jurnalis Independen pun mengakui tentang citizen reporter sebagai bagian dari kerja jurnalisme yang perlu dikembang di dalam kehidupan masyarakat.  


Minggu, 03 Mei 2015

Dibalik Tulisan yang Baik dan Rapi

Suatu hari ketika tidak ada jadwal kuliah dan kegiatan di kampus, bersama teman kami berkunjung ke kantor Harian Surya, salah satu perusahaan media yang cukup bergengsi di Jawa Timur.

 

Tujuanku bertemu Tri Hatma Ningsih, editor di koran ini sekaligus pengasuh rubrik citizen reporter. Sebuah rubrik yang menampung tulisan dari berbagai masyarakat yang tertarik menulis di Harian Surya.

 

Suasana di ruang redaksi masih sepi. Jam menunjukkan angka 13.00 dan baru pada pukul 15.00, suasana ruang redaksi sudah mulai ramai dengan orang yang sibuk di meja tugas mereka masing-masing. 

Bersama Tri Hatma di depan Kantor Harian Surya

Selama dua jam, aku melihat cara Tri Hatma mengedit tulisan. Aku duduk di sampingnya. Aku terus memerhatikan tulisan-tulisan yang dieditnya di layar komputer. Meskipun aku duduk disampingnya, dia tidak terlihat sama sekali terganggu.

 

Setelah mengedit empat tulisan dalam waktu yang singkat, dia mempersilahkanku duduk di kursi yang dia tempati tadi.

“Ayo, belajar edit !”

 

Dia mengambil satu artikel. Aku pun juga mulai mengedit. Dan ternyata apa yang aku edit juga masih jauh dari kata sempurna.  Dia menunjukkan kesalahan dari artikel yang aku edit.

 

Setelah berjuang nyaris tiga puluh menit, baru artikel  yang aku edit itu terlihat lebih menarik dan tentu ini berkat arahan-arahan dari Tri.

 

Dan setelah aku baca, ternyata artikel itu benar-benar menjadi sangat layak untuk diterbitkan. Sebuah artikel yang sebelumnya terlihat “amburadul” tetiba disulap sangat memikat.

 

Tahukah, itu artikel siapa?

 

Artikel itu kiriman dari warga yang ingin dimuat di rubrik citizen reporter di Harian Surya.

 

Di balik tulisan yang baik dan rapi. Selalu ada tangan-tangan para editor yang handal. Melalui tangan-tangan cekatan sang editor, tulisan yang buruk pun dipermak menjadi artikel yang cukup memikat dan menarik untuk dibaca.

 

Saat pamit untuk pulang, Tri memperkenalkanku kepada dua orang pria. Mereka adalah wakil pimpinan redaksi dan manager liputan.

Dan dipintu keluar ruang redaksi, Tri menyampaikan, “Tulisanmu juga sudah rapi dan bersih.”

 

“Jarang sekali dipermak dan diedit lagi,” tuturnya.

 

Mungkin Tri belum mengetahui untuk menulis satu artikel saja, aku perlu mengedit berkali-kali dan membacanya berulang-ulang. Sebelum artikel itu dikirim ke redaksi sebuah perusahaan media, apalagi sekelas Harian Surya.

 

Kamis, 26 Maret 2015

Siapa Kira Ngeblog tidak Bisa Kaya?

Kegiatan ngeblog ternyata juga bisa menjadi sumber untuk mendapat duit yang layak. Setidaknya, inilah yang pernah dirasakan oleh Harris Maulana.

Harris sendiri adalah seorang blogger yang sudah berkali-kali langganan juara kompetisi ngeblog.

Di buku yang ditulis Harris ini dikupas tips dan trik seputar cara-cara kreatif dan efektif untuk mendapatkan uang dari blog.

Melalui blog juga, ia mengajak pembaca untuk menjadi berdaya secara prestasi dan finansial. Bagaimana caranya?

 
Cover Buku karya Haris Maulana

Lewat buku “Rezeki Nomplok dari Kontes Blog : Trip dan Trik Cerdas Menang Kontes Blog”,  Harris Maulana menawarkan sebuah pilihan bahwa menjadi blogger itu kegiatan yang positif dan memperkaya diri. Kita bisa kaya pengalaman, kaya finansial dan kaya gagasan.

Harris sendiri pernah membuktikan bisa mendapatkan rumah dengan memenangi kompetisi blog yang diselenggarakan oleh Hebel.co.id dan mendapatkan kesempatan jalan ke Singapura lewat lomba Simpati Harpot Mania. Tak hanya itu, Harris juga seringkali dapat gadget seperti ponsel Blackberry, Android, Printer lewat kegiatan menulis dan mengikuti lomba blog dan menghadiri kegiatan temu blogger di berbagai daerah.

Lewat buku tersebut, Harris ingin berbagi kepada pembaca, terutama anak-anak muda bahwa ngeblog itu memberikan banyak keuntungan. Kita tidak hanya menjadi memiliki keterampilan mengasah kemampuan dalam hal menulis, tapi kita juga menjalin network dengan orang lain. Buku tersebut dibuka dengan prolog tentang keberadaan internet sebagai The Sosial Network mengutip judul film yang dibintangi Justin Tamberlake dan inilah keberuntungan bagi blogger, dengan menggunakan sosial media semacam Twitter, Facebook, sebagai promosi untuk memperkenalkan blog kita tersebut. Buku ini pun berlanjut pada tips dan trik membuat blog secara terperinci mulai membuat email dan memilih jenis blog yang kita minati, baik wordpress maupun blogspot.com ataupun membuat akun blog dengan domain berbayar. (hal, 10)
 
Penulis buku tersebut pun menuntun pembaca untuk ikut aktif mencari kontes blog berkualitas setelah selesai membuat akun blog. Harris pun memberikan kata kunci cara mencari lomba blog yaitu bisa lewat Google, situs jejaring sosial, ataupun lewat komunitas blogger, dan lewat situs penyelenggara lomba blog. Terlebih, di era kemajuan multimedia saat ini, internet benar-benar memanjakan dan memudahkan diri kita sehingga kita bisa terhubung satu dengan yang lain dan kesempatan mengakses lomba-lomba blog mudah didapatkan.

Dibab 4, penulis menguraikan beberapa langkah selanjutnya setelah kita mendapatkan jenis lomba blog yaitu dengan cara mulai berexplorasi dan menuliskan ide-ide terbaik kita. Penulis juga menganjurkan beberapa trik untuk memaksimalkan SEO (Search Engine Optimation) sehingga blog kita bisa terbaca oleh Google. Untuk memenangkan lomba, Harris memaparkan beberapa tips agar tulisan kita lebih bermutu salah satunya yaitu memerhatikan judul, sebab menurutnya banyak orang masih melihat buku dari Cover­-nya. Buatlah judul yang menarik, menggelitik, dan mengundang rasa penasaran untuk pembaca, tulis haris. (hal, 51).

Buku ini juga menguraikan satu bab tentang SEO dan link sebagai langkah jitu promosi blog.  Banyak blogger mengganggap bahwa setelah menulis dan memosting karya mereka, kerja mereka sudah dianggap selesai, padahal tidak. Jadi inilah perlunya kita perlu meng-link-kan tulisan tersebut. Dan pastinya, link tersebut memberikan pintu bagi pengunjung untuk berkomentar dan komentar itu pun jadi penilaian tersendiri bagi juri. (hal, 68)

Dibab terakhir buku ini yaitu tentang Personal Branding, penulis mengingatkan bahwa setelah kita selesai melakukan W-P-S-L (Writing, Posting, SEO, Linking) maka kita perlu lagi memantapkan personal branding kita dan inilah yang akan membuat nama kita dikenal oleh Google. Personal Branding bisa dilakukan dengan sering mengikuti lomba ataupun menulis buku. Penulis buku ini pun dengan yakin mengatakan, jika kita telah melaksanakan tips dari bab 2 sampai 5 maka kita akan jadi pemenang lomba-lomba blog, tulis Harris. (hal, 71).

Maka tak ada salahnya, anda mengoleksi buku ini sebagai pembelajaran awal menjadi blogger, terlebih buku ini selain menjelaskan tips menjadi blogger sukses dan keren, penulis juga melengkapi dengan contoh tulisan-tulisan penulis yang pernah memenangi lomba blog. 

Bolehlah buku ini terbilang buku lama, karena dicetak tahun 2012. Tapi pesan dan nasehat dibuku ini masih uptode hingga saat ini. Tidak terlalu berlebihan kalau buku setebal 110 ini mampu menggugah selera anda untuk menjadi blogger keren dan memenangi lomba-lomba menulis. Anda tertarik, buku ini jawabannya !

 
Data Buku
Judul Buku      : Rezeki Nomplok dari Kontes Blog
Penulis             : Harris Maulana
Penerbit           : Elek Media Komputindo
Halaman          : 110
Tahun terbit     : Februari 2012
No. ISBN        : 9786020020358