Senin, 28 Desember 2020

J.K. Rowling : Menulis di Cafe dengan Secangkir Kopi Espresso

PERJALANAN menjadi penulis tenar dan karya-karyanya disukai pembaca bukan proses yang singkat. Setidaknya inilah yang diakui oleh J.K. Rowling, penulis novel Harry Potter.

 

Cover buku karya M. Arief Hakim

J.K. Rowling, penulis dari Inggris itu disebutkan memiliki kekayaan melebihi Ratu Elizabeth II dan pencapaiannya sebagai penulis buku tentu menarik untuk diketahui. Kekayaan yang melimpah yang didapat dari kegiatan tulis menulis, khususnya novel itu tentu tidak serta merta turun dari langit begitu saja.

Melalui buku J.K. Rowling penulis terkaya sepanjang masa yang ditulis M. Arief Hakim, menjadikan diri kita melihat episode kehidupan dari si penulis terkenal ini.

Buku tipis dan hanya 134 halaman ini mengulas hal-hal terkait kehidupan J.K. Rowling, mulai dari keluarga hingga proses menulis buku.

Menariknya, buku ini dilengkapi dengan gambar-gambar, berupa foto-foto yang menampilkan wajah Rowling saat menandatangi buku karyanya dan foto cover majalah ketika dinobatkan sebagai penulis buku best seller.

Membaca buku ini, pembaca bisa memahami, perjuangan apa saja yang sudah dilakukan Rowling dan darimana inspirasi menulis novel itu hingga best seller dan disukai oleh pembaca.

Dalam bab menulis sejak kecil, Rowling mengisahkan bila  dia memiliki teman dekat rumahnya, bernama Potter. Potter itu nama kakak beradik tetangga Rowling ketika masih kecil. Joe, panggilan masa kecil Rowling, sangat menyukai nama itu.

Hal yang berbeda dengan namanya sendiri. Menurut pengakuannya, Joe sangat tidak suka dengan namanya sendiri, yang kerapkali menjadi bahan ejekan teman-temannya dengan sebutan Rowling Stone.

Pada usia 6 tahun di saat teman-temannya belajar menulis, Joe sudah bisa menghasilkan buku berjudul Rabbit. “Sejak saat itu, aku selalu bercita-cita menjadi penulis dan sejak itu pula, aku sudah tidak bisa berhenti mengutak atik kata.” (hlm. 33).

Ketika lulus kuliah Joe bekerja sebagai sekretaris, namun Joe menyebut dirinya sebagai sekretaris terburuk sedunia. Sebab, ia lebih suka berkhayal dan menulis daripada menyimak dan membuat notulensi rapat. Bahkan, saat tiba waktu makan siang di Pub atau Cafe, dia memutuskan untuk menghabiskan waktunya menulis. Dan memikirkan nama dan karakter untuk bukunya.

Dia menghabiskan berbulan-bulan untuk mendapatkan ide cerita untuk bukunya. Pertengahan tahun 1990, dalam perjalanan kembali ke London dalam kereta yang sarat penumpang. Ide tentang Harry Potter tiba-tiba muncul dibenaknya. (hlm. 48).

Dia mengungkapkan saat menunggu kereta yang terlambat selama empat jam, ide tentang Harry Potter muncul dibenakknya seketika lengkap dengan detailnya.

“Seorang anak kecil berkacamata, berombat hitam acak-acakan dan tidak tahu bahwa itu adalah seorang penyihir,” tuturnya seperti dikisahkan dalam buku ini.

Namun, ketika ia hendak menuliskan cerita itu dalam perjalanannya. Tiba-tiba pena yang digunakan tidak berfungsi dengan baik. sedangkan dia sendiri malu untuk meminjam kepada orang lain.

“Tapi ketika ia tiba di rumah dan memegang bolpoin, detail ide tentang Harry Potter satu per satu perlahan-lahan lenyap,” (hlm. 51).

Tidak ingin ide itu lenyap, maka malam itu ide tentang Harry Potter yang pertama, yaitu Harry Potter and Philosopher’s Stone.

Perjalanan untuk menyelesaikan novel itu berhadapan dengan kenyataan pahit ketika ibundanya meninggal. Joe pun memulai babak baru dalam hidupnya. Demi mengobati luka hati akibat ditinggalkan salah satu keluarganya. Joe pergi ke Portugal dan bekerja sebagai guru bahasa Prancis. Di masa itu juga, dia berharap karyanya segera selesai. Sayangnya, ia justru bertemu Jorge Arantes, seorang wartawan televisi yang kemudian menjadi suaminya.

Namun, perjalanan perkawinan itu tidak berjalan dengan mulus, terutama sejak kelahiran anak pertamanya, Jessica. Mereka bercerai dan kehidupan Rowling kian terhimpit ke dalam kemiskinan paling dasar. Ia harus menjadi orang tua tunggal dan menghidupi diri yang saat itu juga belum sempat melamar pekerjaan.

Di masa itu, Joe menyiasati untuk menemukan waktu yang tepat menulis di saat anaknya sedang terlelap tidur. Joe pergi ke cafe dan memesan secangkir kopi espresso.

Pada titik ini, pergulatan batin Joe untuk menyelesaikan novelnya memuncak, apalagi kemiskinan terus membayangi dirinya.

Joe pun seringkali duduk di cafe. Menulis dengan cara manual, menggunakan pulpen dan kertas dan menikmati seteguk kopi espresso.

Joe sempat memikirkan untuk menjadi pengajar. Namun, jika dia tidak menyelesaikan saat itu juga novelnya itu, maka dia tidak akan pernah bisa menerbitkan bukunya.

Ia menyadari jika mengajar seharian penuh, ditambah membuat bahan untuk mengajar dan memeriksa hasil ulangan dan mengurus jessica, anaknya maka dia tidak akan memiliki waktu luang untuk menulis.

Joe pun menyingkirkan keinginannya untuk menjadi pengajar dan fokus menulis novelnya hingga selesai (hlm. 64).

Setelah dua tahun hidup dalam himpitan kemiskinan, pada tahun 1995 novel Harry Potter and Philosoper’s Stone kelar. Joe pun mencari agen dan penerbit untuk bukunya tersebut dari perpustakaan umum. sayangnya, beberapa agen yang dikirimi tersebut menolak dan mengembalikan naskah itu pada hari itu juga.

Banyak alasan novel itu ditolak mulai tidak masuk akal, terlalu berkhayal dan kurang membumi. (hlm. 72).

Rowlng tidak putus asa. Ia terus mencari agen untuk bukunya hingga akhirnya, ia bertemu dengan Christoper Little, seorang agen penerbitan buku asal London.

Lalu, Christoper inilah yang memberikan kabar kepada Joe bahwa Bloomsbury Children’s Book mengajukan penawaran untuk membeli naskah itu.

Ajaib, sejak diluncurkan di London  pada 1997, buku ini disukai begitu banyak pembaca dan kemudian mendapatkan medali emas Smarties Book Prize untuk kategori anak-anak usia 9-11 Anak.

Jika ingin menikmati kisah-kisah Rowling terutama saat buku Harry Potter laris manis di toko buku. Kemudian, menjadikannya kaya raya. Buku ini perlu dibaca, Mari !


Data Buku

Judul                     :  J.K. Rowling Penulis Terkaya sepanjang Masa

Penulis                  :  M. Arief Hakim

penerbit                :  Penerbit NUANSA

Cetakan                 :  2011

Tebal                     :  134 Halaman

Presensi                :   Fendi Chovi

 

0 komentar:

Posting Komentar