Dari waktu ke waktu, partisipasi
kaum perempuan di ruang publik dalam upaya ikutserta dalam agenda perubahan
layak diapresiasi. Kini jabatan strategis di berbagai lembaga pemerintahan
ataupun non pemerintah diisi perempuan. Untuk itu, arah juang perempuan milenial
ikut berjihad dalam upaya mencerdaskan dan memuliakan kehidupan masyarakat
selalu ditunggu di ruang publik .
Cover buku yang ditulis Anisa |
Anisa, salah seorang penulis
muda dan mahasiswi jurusan Perbandingan Madzab dan Hukum di UIN Bandung menulis
buku tentang Jihad
Perempuan Milenial : Makna Jihad bagi Perempuan. Buku setebal
198 halaman ini, menyoal mengenai jihad, dalam upaya menegakkan semangat
perdamaian dan proyeksi kebaikan yang kudu diperankan kaum perempuan.
Pembukaan buku ini, ditegaskan
pentingnya perempuan. Mengutip sebuah penelitian bahwa ternyata 24%
meningkatnya kemungkinan kekerasan akan berhenti jika perempuan terlibat dalam
proses perdamaian. Dan 35% kesempakatan damai akan awet setidaknya 15 tahun
selama perempuan dilibatkan. (hlm. 5 )
Mengutip Karl Mannheim, Anisa
menguraikan penamaan generasi milenial, untuk menyebutkan generasi Y, yang
dilahirkan pada 1980 – 1997. Buku ini memperjelas perihal generasi manusia
berdasarkan tahun kelahiran. Meski berbeda tahun kelahiran, masing-masing
generasi mencoba untuk saling terhubung dan tetap mempengaruhi sesuai dengan
tantangan zaman yang dihadapi. (hlm. 7).
Diterbitkan
pada 2018, oleh Yayasan Cinta Indonesia, buku ini memiliki relevansi sesuai
semangat zaman dan bisa dijadikan petunjuk dalam mengambil sikap dengan aneka
persoalan yang harus dihadapi perempuan milenial.
Anisa
menyebut jika perempuan serupa remote control yang ikut
memberikan warna bagi perjalanan sebuah negara. Setidaknya, dalam bab Politik Identitas
Perempuan Milenial, penulis menyoroti betapa pergerakan
perempuan milenial tidak sekadar terbentuk berdasarkan usia, namun juga berupa
adanya kesamaan hobi dan gelar. Kemudian, mereka membentuk identitas.
Setidaknya,
semangat melepaskan identitas kesukuan yang lebih primordial bisa diarahkan melalui
kesamaan mengarah pada hobi, kesamaan profesi dan jejaring keilmuwan dan ini
berubah menjadi komunitas baru yang tidak lagi primordial. Hadirnya
komunitas ini, berpotensi dimanfaatkan untuk tujuan penggalangan massa.
Munculnya komunitas dan identitas baru ini juga dijadikan lahan untuk para
politikus untuk memobilisasi dengan isu identitas. (hlm. 28)
Dengan
demikian, aneka gerakan emak-emak di ruang publik, yang juga ikut kritis
terkait kebijakan pemerintah adalah potensi yang dimiliki kaum perempuan
milenial. Meski, penulis memberikan gambaran tentannya, kaum milenial untuk
dipengaruhi dan dipolitisir oleh kepentingan dengan isu identitas. (hlm. 39).
Penulis
yang juga anggota dari Bandung School of Peace ini menekankan agar komunitas
dari emak atau ibu-ibu milenial juga tidak terjebak pada upaya dipolitisir demi
tujuan sebuah kelompok tertentu, yang nantinya merugikan banyak orang. (hlm.
42).
Buku
ini dikemas dengan kreatif. Penulis menyajikan untuk pembaca agar tidak bosan
dengan suguhan berupa kutipan tulisan pendek-pendek sehingga pembaca mampu
mencerna setiap inti gagasan dan pesan yang disampaikan.
Tulisan
pendek-pendek di tiap halaman dengan font yang lebih besar disertai warna warni
serta dibentuk serupa membaca tampilan slide akan pembaca temukan. Dan
berikutnya, penulis memperkaya uraian dengan data kajian pustaka dengan font
yang lebih kecil. Membuat buku ini sangat menarik dan mudah untuk dipahami.
Di
bab kedua, Perempuan
milenial : iman dan modernitas diuraikan perihal tantangan
kemajuan jaman juga mudah menjebak dan menjerumuskan. Anisa menuliskan sejumlah
nasihat agar dipahami oleh perempuan milenial. Bahkan, ia mengutip ucapan Ali
Bin Abi Thalib untuk mengingatkan orang tua, terutama ibu, agar mendidik
anak-anak mereka sesuai dengan semangat zamannya karna anak-anak itu akan
menghadapi zaman yang berbeda dengan apa yang dilewati oleh orang tua mereka.
(hlm. 55).
Di
bab tiga, Jihad
: dari makna hingga praktik keseharian menyuguhkan pemahaman
perihal jihad. Selama ini, tulis Anisa, persepsi masyarakat dari Muslim hingga
non muslim saat mendengar jihad identik dengan perang, terorisme, membunuh
orang kafir hingga bom bunuh diri. (hlm. 60)
Melalui
buku ini, Anisa menegaskan bahwa penggunaan kata jihad seringkali disalahpahami
dan bertabrakan dengan nilai-nilai islam, yang penuh cinta dan nilai
perdamaian. Dengan mengutip pendapat sejumlah ulama, ia membingkai pengertian
jihad agar dipraktikkan sebagai iktiar menuju hablumminallah wa hablumminnnas agar
menunjukkan wajah islam yang rahmatal lil alamin. (hlm. 84)
Di
bab empat, Medan
Jihad : perempuan milenial penulis menyinggung arah juang yang
mesti dijaga kaum perempuan. Menurutnya, medan jihad setiap orang adalah
dirinya sendiri, realitas dimana ia berada, dan dalam peran apa ia dibutuhkan,
ketiga hal itu harus dilakukan untuk meraih ridha Allah Swt. (hlm. 96).
Ia
memetakan jika medan jihad bagi perempuan meliputi keluarga, sebagai istri,
sosial dan media sosial, karir dan ekonomi. Jihad seorang ibu rumah tangga
dimulai ketika memiliki buah hati dan meluangkan waktu untuk hal-hal kreatif
dan produktif, kegiatan yang layak diperjuangkan sebagai jihad. (hlm. 112).
Bab
lima, Anisa menulis perihal Hijrah : fenomena radikalisme perempuan
milenial. Fenomena hijrah merupakan tren yang mudah dijumpai
diberbagai wilayah di negeri ini. Terlebih, dengan adanya gawai yang memudahkan
mengakses aneka informasi perihal komunitas hijrah di lingkungan sosial serta
di media sosial. (hlm. 127).
Anisa
menjabarkan fenomena hijrah ini, dengan mengutip berbagai sumber referensi
serta perubahan cara berpikir dan bersikap yang terlihat pada setiap individu
yang bergabung dengan komunitas hijrah ini. Buku ini mendedah agar perempuan
milenial juga memahami perihal hijrah, yang dulu dimulai dengan pergerakan
fisik demi tujuan mulia, yaitu hijrah Nabi dari tanah Mekkah ke Madinah. Anisa
menyoroti perubahan-perubahan yang menarik dipahami pembaca, yaitu terkait
komunitas hijrah yang membentuk cara berpikir dan penampilan
anggota-anggotanya.
Di
bab terakhir, Perempuan
Milenial : penebar perdamaian penulis menyebutkan hal
mendasar terkait potensi perempuan yang memiliki dampak signifikan.
“Maka
perempuan sebagai salah satu unsur warga dunia, harus dapat menempatkan diri
dalam arus globalisasi ini,” (hlm. 155), tulis Anisa untuk menggambarkan jika
perempuan milenial adalah sosok yang memiliki peran tidak sekadar di ruang
keluarga, tapi juga berjejaring dengan warga dunia lainnya.
Dengan
membaca buku ini, pembaca bisa melihat potensi perempuan sebagai pilar
keadaban umat. Perempuan adalah pilar yang mampu menguatkan narasi keumatan.
Maka, tidak boleh dilupakan, betapa besarnya peran dan pengaruh perempuan bagi
perjalanan manusia itu. Selamat membaca !
Data Buku
Judul
: Jihad Perempuan Milenial : Makna Jihad bagi Perempuan
Penulis
: Anisa
Penerbit
: Yayasan Islam Cinta Indonesia
Cetakan
: November 2018
Jumlah
halaman : 198
Peresensi
: Fendi Chovi
Tulisan ini dimuat di Harian
Pagi Kabar Madura, pada 2019
0 komentar:
Posting Komentar