Jumat, 18 Desember 2020

Mendedah Partisipasi Perempuan di Ruang Publik

Dari waktu ke waktu, partisipasi kaum perempuan di ruang publik dalam upaya ikutserta dalam agenda perubahan layak diapresiasi. Kini jabatan strategis di berbagai lembaga pemerintahan ataupun non pemerintah diisi perempuan. Untuk itu, arah juang perempuan milenial ikut berjihad dalam upaya mencerdaskan dan memuliakan kehidupan masyarakat selalu ditunggu di ruang publik .

Cover buku yang ditulis Anisa

Anisa, salah seorang penulis muda dan mahasiswi jurusan Perbandingan Madzab dan Hukum di UIN Bandung menulis buku tentang Jihad Perempuan Milenial : Makna Jihad bagi Perempuan.  Buku setebal 198 halaman ini, menyoal mengenai jihad, dalam upaya menegakkan semangat perdamaian dan proyeksi kebaikan yang kudu diperankan kaum perempuan.

Pembukaan buku ini, ditegaskan pentingnya perempuan. Mengutip sebuah penelitian bahwa ternyata 24% meningkatnya kemungkinan kekerasan akan berhenti jika perempuan terlibat dalam proses perdamaian. Dan 35% kesempakatan damai akan awet setidaknya 15 tahun selama perempuan dilibatkan. (hlm. 5 )

Mengutip Karl Mannheim, Anisa menguraikan penamaan generasi milenial, untuk menyebutkan generasi Y, yang dilahirkan pada 1980 – 1997. Buku ini memperjelas perihal generasi manusia berdasarkan tahun kelahiran. Meski berbeda tahun kelahiran, masing-masing generasi mencoba untuk saling terhubung dan tetap mempengaruhi sesuai dengan tantangan zaman yang dihadapi. (hlm. 7).

Diterbitkan pada 2018, oleh Yayasan Cinta Indonesia, buku ini memiliki relevansi sesuai semangat zaman dan bisa dijadikan petunjuk dalam mengambil sikap dengan aneka persoalan yang harus dihadapi perempuan milenial.

Anisa menyebut jika perempuan serupa remote control yang ikut memberikan warna bagi perjalanan sebuah negara. Setidaknya, dalam bab Politik Identitas Perempuan Milenial, penulis menyoroti betapa pergerakan perempuan milenial tidak sekadar terbentuk berdasarkan usia, namun juga berupa adanya kesamaan hobi dan gelar. Kemudian, mereka membentuk identitas.

Setidaknya, semangat melepaskan identitas kesukuan yang lebih primordial bisa diarahkan melalui kesamaan mengarah pada hobi, kesamaan profesi dan jejaring keilmuwan dan ini berubah menjadi komunitas baru yang  tidak lagi primordial. Hadirnya komunitas ini, berpotensi dimanfaatkan untuk tujuan penggalangan massa. Munculnya komunitas dan identitas baru ini juga dijadikan lahan untuk para politikus untuk memobilisasi dengan isu identitas. (hlm. 28)

Dengan demikian, aneka gerakan emak-emak di ruang publik, yang juga ikut kritis terkait kebijakan pemerintah adalah potensi yang dimiliki kaum perempuan milenial. Meski, penulis memberikan gambaran tentannya, kaum milenial untuk dipengaruhi dan dipolitisir oleh kepentingan dengan isu identitas. (hlm. 39).

Penulis yang juga anggota dari Bandung School of Peace ini menekankan agar komunitas dari emak atau ibu-ibu milenial juga tidak terjebak pada upaya dipolitisir demi tujuan sebuah kelompok tertentu, yang nantinya merugikan banyak orang. (hlm. 42).

Buku ini dikemas dengan kreatif. Penulis menyajikan untuk pembaca agar tidak bosan dengan suguhan berupa kutipan tulisan pendek-pendek sehingga pembaca mampu mencerna setiap inti gagasan dan pesan yang disampaikan.

Tulisan pendek-pendek di tiap halaman dengan font yang lebih besar disertai warna warni serta dibentuk serupa membaca tampilan slide akan pembaca temukan. Dan berikutnya, penulis memperkaya uraian dengan data kajian pustaka dengan font yang lebih kecil. Membuat buku ini sangat menarik dan mudah untuk dipahami.

Di bab kedua, Perempuan milenial : iman dan modernitas diuraikan perihal tantangan kemajuan jaman juga mudah menjebak dan menjerumuskan. Anisa menuliskan sejumlah nasihat agar dipahami oleh perempuan milenial. Bahkan, ia mengutip ucapan Ali Bin Abi Thalib untuk mengingatkan orang tua, terutama ibu, agar mendidik anak-anak mereka sesuai dengan semangat zamannya karna anak-anak itu akan menghadapi zaman yang berbeda dengan apa yang dilewati oleh orang tua mereka. (hlm. 55).

Di bab tiga, Jihad : dari makna hingga praktik keseharian menyuguhkan pemahaman perihal jihad. Selama ini, tulis Anisa, persepsi masyarakat dari Muslim hingga non muslim saat mendengar jihad identik dengan perang, terorisme, membunuh orang kafir hingga bom bunuh diri. (hlm. 60)

Melalui buku ini, Anisa menegaskan bahwa penggunaan kata jihad seringkali disalahpahami dan bertabrakan dengan nilai-nilai islam, yang penuh cinta dan nilai perdamaian. Dengan mengutip pendapat sejumlah ulama, ia membingkai pengertian jihad agar dipraktikkan sebagai iktiar menuju hablumminallah wa hablumminnnas agar menunjukkan wajah islam yang rahmatal lil alamin. (hlm. 84)

Di bab empat, Medan Jihad : perempuan milenial penulis menyinggung arah juang yang mesti dijaga kaum perempuan. Menurutnya, medan jihad setiap orang adalah dirinya sendiri, realitas dimana ia berada, dan dalam peran apa ia dibutuhkan, ketiga hal itu harus dilakukan untuk meraih ridha Allah Swt. (hlm. 96).

Ia memetakan jika medan jihad bagi perempuan meliputi keluarga, sebagai istri, sosial dan media sosial, karir dan ekonomi. Jihad seorang ibu rumah tangga dimulai ketika memiliki buah hati dan meluangkan waktu untuk hal-hal kreatif dan produktif, kegiatan yang layak diperjuangkan sebagai jihad. (hlm. 112).

Bab lima, Anisa menulis perihal Hijrah : fenomena radikalisme perempuan milenial. Fenomena hijrah merupakan tren yang mudah dijumpai diberbagai wilayah di negeri ini. Terlebih, dengan adanya gawai yang memudahkan mengakses aneka informasi perihal komunitas hijrah di lingkungan sosial serta di media sosial. (hlm. 127).

Anisa menjabarkan fenomena hijrah ini, dengan mengutip berbagai sumber referensi serta perubahan cara berpikir dan bersikap yang terlihat pada setiap individu yang bergabung dengan komunitas hijrah ini. Buku ini mendedah agar perempuan milenial juga memahami perihal hijrah, yang dulu dimulai dengan pergerakan fisik demi tujuan mulia, yaitu hijrah Nabi dari tanah Mekkah ke Madinah. Anisa menyoroti perubahan-perubahan yang menarik dipahami pembaca, yaitu terkait komunitas hijrah yang membentuk cara berpikir dan penampilan anggota-anggotanya.

Di bab terakhir, Perempuan Milenial : penebar  perdamaian penulis menyebutkan hal mendasar terkait potensi perempuan yang memiliki dampak signifikan.

“Maka perempuan sebagai salah satu unsur warga dunia, harus dapat menempatkan diri dalam arus globalisasi ini,” (hlm. 155), tulis Anisa untuk menggambarkan jika perempuan milenial adalah sosok yang memiliki peran tidak sekadar di ruang keluarga, tapi juga berjejaring dengan warga dunia lainnya.

Dengan membaca buku ini, pembaca bisa melihat potensi  perempuan sebagai pilar keadaban umat. Perempuan adalah pilar yang mampu menguatkan narasi keumatan. Maka, tidak boleh dilupakan, betapa besarnya peran dan pengaruh perempuan bagi perjalanan manusia itu. Selamat membaca !

 

Data Buku

Judul : Jihad Perempuan Milenial : Makna Jihad bagi Perempuan

Penulis : Anisa

Penerbit : Yayasan Islam Cinta Indonesia

Cetakan : November 2018

Jumlah halaman : 198

Peresensi : Fendi Chovi


Tulisan ini dimuat di Harian Pagi Kabar Madura, pada 2019

 


0 komentar:

Posting Komentar