Jumat, 18 Desember 2020

Mengembalikan Ingatan tentang Taiwan

MEMBACA buku Nurwahyu Alamsyah berjudul Catatan Alam di Taiwan menjadi pengalaman mengasyikkan. Penulisnya sangat jeli menangkap aneka momen menarik dan menegangkan selama belajar di tanah rantau.


Buku 313 halaman ini mendedahkan episode kenangan seorang anak kelahiran Bangkalan ketika belajar pada jurusan information management di National Taiwan University of Science and Technology (NTUT), Taipei, Taiwan.


Diterbitkan BitRead pada 2019, sebagian tulisan di buku ini pernah dipublikasikan di blog pribadi. Meskipun, ada beberapa tulisan tambahan yang tidak kalah menarik, yang hanya ditulis untuk buku ini.

 

Cover Buku yang Ditulis Wahyu Alam

Demi memudahkan urutan cerita dengan gaya penuturan orang pertama, yaitu "aku", penulis buku ini membagi menjadi empat bab. Bab pertama, penulis memberi intro judul, Hello, World !

 

Di bab ini, penulis menghadirkan beberapa tulisan pembuka, ketika Ia bersama teman-temannya, melakukan perjalanan melintasi sebuah negara tetangga. Misalnya, tampak sekali pada tulisan berjudul, Singapura, Aku Datang.

 

Wahyu mengisahkan tentang nuansa pemberangkatan dengan aroma kultur masyarakat Madura. Penulis buku ini, tidak ragu-ragu menceritakan betapa ia menemukan hangatnya semangat kekeluargaan saat rombongan dua mobil Carry, yang berisi sanak keluarga ikutserta mengantarkan ke Bandara.

 

Bahkan, kisah saat pamit kepada orang tua tanpa meninggalkan tradisi, seperti melewati selangkang emak sebanyak tiga kali sebelum meninggalkan rumah.


Penggambaran kekompakan hingga isak tangis keluarga melepas kepergian anak mewarnai awal buku ini, yang sesekali bisa memancing reaksi emosi pembaca tentang perasaan orang tua, jika ditinggal seorang anak meskipun untuk tujuan yang baik (belajar).


Ketika tiba di Singapura, sebagai gerbang pertama untuk melihat dunia (hal 5), semakin banyak tulisan seperti, Mencari Marlion di Singapura (hlm. 7).


Gambaran suasana di Bandara dengan sangat detail juga disajikan. Tulisan berjudul Panik di Changi menunjukkan peristiwa saat adegan proses pemeriksaan pasport dan boarding pass (hlm. 22).

Kedatangan ke Taiwan juga dikemas dengan judul khusus Selamat Datang di Taiwan, cong!" Penulis menggambarkan proses pesawat mendarat di Bandara Internasional  Taoyuan, yang dulunya bernama Bandara Chiang  Kai-Shek, dan para pembaca disuguhkan hal-hal menarik dan kadang menegangkan saat pemeriksaan imigrasi (hlm. 27).


Di bab kedua, penulis menyuguhkan intro judul Perjalanan. Semua tulisan di bab Kedua ini berkaitan dengan transportasi, kuliner, pesta dan perjalanan-perjalanan seru di Taiwan.

Pada tulisan Konsep Less Mile Transportasi Taipei, penulis menggambarkan jika di Taipei masyarakat tidak perlu dibuat bingung soal transportasi. Wahyu membuat kalimat tanya, "Ketika di Taipei, kenapa punya motor dan mobil itu tidak lagi penting, ya?" (hlm. 32)


Menurut dia, transportasi di Taipei sudah terintegrasi berdasarkan hasil diskusi dengan seorang profesor di ruangannya. Konsep lessmile dirancang agar wisatawan tidak bingung saat keluar dari stasiun, halte, karna semua jenis transportasi sudah tersedia di depan mata.


Di bab ini, pembaca akan disuguhi kisah perihal kuliner, dan juga perjalanan-perjalanan.Tulisan Masjid Kecil Taipei mengisahkan rasa rindu pada Madura, yang tiap satu kilometer, akan ditemukan masjid-masjid di pinggir jalan. Ia tambah heran, ketika melihat Masjid Agung Taipei yang ternyata tidak sebesar masjid agung di Indonesia. (hlm. 80).

Seperti dambaan banyak para pelajar yang studi di luar negeri. Wahyu juga berbagi cerita "berburu salju" (hlm. 90). Bab tiga, penulis menyoroti perihal Kampus dan Lingkungannya.

Jika pembaca ingin memahami tentang pola belajar dan iklim akademik, setidaknya buku ini menjadi semacam kado dan panduan agar pembaca bisa belajar dari kisah-kisah yang ditulis "based on experience" di buku ini.  Makanan, Uang dan Bahasa merupakan tulisan yang penting dibaca. Pembaca akan paham perihal memilih makanan halal (hlm.155).

Sebagai anak perantauan, penulis merasakan sensai soal uang, makanan halal hingga soal bahasa. Tapi, serunya, penulis memahami trik mengatasi kendala itu. "Nyawa itu masih ada di tempat yang sama seperti kemarin" cukup penting dibaca. Penulis merasakan kehilangan map yang di dalamnya, terasa ada nyawanya sendiri, yaitu Pasport, Transkip SI dan Ijazah, serta Dokumen Legalisir Teto. (hlm. 175)


Bayangkan, bagaimana rasanya kehilangan hal penting di negeri orang. Ia mencari berkas itu. Dalam kalut, Wahyu diingatkan jika orang Taiwan tidak biasa mengambil barang yang tertinggal. Hingga akhirnya, ia memutuskan untuk mencarinya di tempat tongkrongan, dan ternyata dokumen itu benar-benar tertinggal di sana (hlm. 179).


Wahyu mengabadikan momen belajar secara khusus di bab empat tentang Belajar. Tulisan Sama Saja, hanya Beda Lokasi menjabarkan, iklim pembelajaran di Taiwan. "I know it is very difficult, but this is very crutial for your future," ujar Prof. Yu-Qhian Zhu, saat meminta mahasiswa untuk terbiasa mempresentasikan dengan bahasa inggris.


Konon, Profesor Yu adalah dosen favorit dan bahasa inggris-nya sangat fasih. Wahyu menilai, jika belajar di Taiwan tidak jauh berbeda dengan Indonesia. Bedanya, pada kreatifitas dan penggunaan teknologi tempat guna, dan penataan ruangan yang menarik.


Intinya, kuliahnya sama, hanya beda lokasi. Di sana Indonesia, di sini Taiwan. Beda bahasa dan temannya saja. (hlm. 222). Buku ini merupakan cermin bagi para pelajar di tanah rantau. Tulisan berjudul, Bagaimana rasanya kuliah di Taiwan?" (hlm. 226).


Doa emak dan bapak
 akan menyentuh sisi emosi pembaca tentang  interaksi penulis dengan keluarga di Madura, melalui gadget. Meski terpisah dengan bentangan jarak nan jauh, interaksi dengan keluarga, termasuk  permintaan memudahkan lulus ujian. Hal-hal yang lazim diminta anak kepada orang tua.


Pada tulisan terakhir, Pulang, Penulis berbagi kisah mengenai perjalanan pulang ke Madura. (hlm. 304). Buku ini serasa kompas bagi anak muda. Gambaran tentang sisi menarik belajar di luar negeri. Dengan rentetan cerita seru dan pelik serta bentangan hikmah.


Pembaca akan menemukan belantara tulisan yang memikat dan inspiratif. Dengan menulis kisah di buku ini, Nurwahyu Alamsyah seperti memulangkan kenangan selama di Taiwan.


Judul        : Catatan Alam Di Taiwan

Penulis     : Nurwahyu Alamsyah

Penerbit   : Bitread

Cetakan   :  2019

Tebal        : 313 halaman

Presensi   : Fendi Chovi

*Pernah tayang di  Radar Madura 27 Mei 2019 


0 komentar:

Posting Komentar