Selasa, 20 Desember 2016

Menguatkan Kembali Etika Pembelajaran Di Sekolah

Belajar merupakan proses dari tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar adalah proses dari tidak bermoral menjadi bermoral. Berbagai perjuangan dilakukan oleh pelajar demi mengetahui apa –apa yang belum diketahuinya.

Beberapa harus bermalam–malam mengulang materi sekolah demi mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran. Proses mengetahui dan bermoral selain membutuhkan pengorbanan tenaga dan waktu. 

Hal lain yaitu sikap pantang menyerah untuk jujur dalam belajar, sehingga menghasilkan output yang baik, salah satunya Pelajar harus sedini mungkin diajarkan memiliki karakter bermoral dan bertanggung jawab. Pendidikan karakter sangat dianjurkan demi mencetak generasi cerdas tapi memiliki karakter dan sikap keperdulian terhadap masyarakat.

Koran Jawa Post (15/06/11) memuat artikel Rektor Universitas Negeri Surabaya, Bapak Muchlas Samani dengan judul “ Belajar dari kasus menyontek masal di SDN Gadel Percepat Pendidikan Karakter, dalam tulisan itu, dijelaskan kasus menyontek massal saat ujian nasional (UNAS) di SDN Gadel 2 Surabaya. Sehingga fenomena kecurangan sekaligus menggelisahkan ini memberikan efek negative terhadap pendidikan itu, bahkan keluarga Siami harus diusir karena berbuat kejujuran melaporkan kecurangan tersebut. (Jawa Post, 15 Juni 2011).




Kejujuran bukanlah hal utama ketika keinginan meraih hasil dan manfaat begitu besar dan ambisius, sehingga berbagai perilaku menyimpang sering dilakukan oleh berbagai lembaga pendidikan itu sendiri. Mungkin kasus di SDN Gadel 2 Surabaya hanya salah satu kasus yang nampak kepermukaan. Barangkali kasus –kasus dan kejadian serupa juga terjadi di Madura walaupun tidak sempat tercover oleh Media Massa.

Pentingkah pendidikan karakter bagi pelajar? Secara sepintas dan khusus, tujuan Pembelajaran yaitu untuk menghasilkan karakter pelajar yang berkarakter baik dan bermoral. Salah satu kegagalan lembaga pendidikan maupun guru yaitu adanya sikap dan perilaku yang tidak mampu menanamkan karakter baik terhadap siswanya. 

Akibatnya, banyak sekali perilaku menyimpang dilakukan oleh remaja yang berstatus pelajar melakukan perilaku yang kurang mencerminkan sebagai insan pembelajar.

Banyak sekali pelajar melihat kesuksesan dari hasilnya saja, tanpa melihat dari proses panjang dari tahap mencapai kesuksesan itu. Pelajar sedikit berprinsip lain, bahwa kesuksesan manakalah tujuan tercapai dengan penghematan tenaga dan waktu, akibatnya proses menyontek terjadi di setiap ujian Semester maupun ujian Nasional. 

Saat ini, karakter pelajar sudah terbilang kurang mampu menyerap nilai –nilai dan tujuan dari pembelajaran itu sendiri. Guru, sebagai sentral dari pencetak keilmuwan pelajar itu sendiri seharusnya memiliki tanggung jawab untuk melakukan evaluasi terhadap kinerja serta hasil dari proses belajar mengajar itu sendiri. 

Sangat disayangkan, jika seorang guru juga turut ikut –ikutan dalam pemberian contoh yang kurang baik terhadap siswa. Adagium kalau guru kencing berdiri maka murid kencing berlari bukan isapan belaka lagi. Akibat sikap guru yang tidak produktif dan tidak mampu berkarya, copy paste di sana sini. 

Akibatnya, banyak juga pelajar yang menirunya. Banyak tugas –tugas yang mengkopi karya orang lain, lalu diatas namankan dengan karyanya sendiri tanpa prosedur pengambilan pengutipan yang mencantumkan nama penulisnya.

Pelajar sebagai bagian dari proses belajar mengajar itu, akan sedikit menyontoh perilaku dari gurunya. Sehingga, tepatlah bahwa perilaku buruk guru akan memperparah perkembangan moral siswa itu sendiri. Berbagai hal sering dilakukan oleh pelajar karena minimnya pengetahuan atau ketidak adanya sikap kejujuran. Sehingga hal yang harus dijauhi malah semakin diakrabi. 

Pendidikan karakter harus menjadi tolak ukur kesuksesan pelajar, terutama dalam lingkungan akademik sebelum pelajar itu mengemban tugas lebih besar dan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Sehingga, apabila mereka menjadi pemimpin nanti, sikap dan karakter itu mampu menyadarkan akan esensi dari pendidikan, tanggung jawab dan kejujuran. Kalau hal ini terjadi, maka, negeri ini tidak akan lagi menemukan pemimpin korup yang suka melakukan perbuatan kurang bertanggung jawab, karena sejak awal sudah diajarkn budaya bertanggung jawab dan produktif melalui kejujuran.

Ditulis Fendi Chovi 
(Pernah dimuat di Radar Madura, dalam rubrik "Dari Pesantren untuk Pesantren" dan tanggalnya dah lupa)

0 komentar:

Posting Komentar