Belajar merupakan proses dari
tidak mengerti menjadi mengerti. Belajar adalah proses dari tidak bermoral
menjadi bermoral. Berbagai perjuangan dilakukan oleh pelajar demi mengetahui
apa –apa yang belum diketahuinya.
Beberapa harus bermalam–malam mengulang
materi sekolah demi mempermudah pemahaman terhadap materi pelajaran. Proses
mengetahui dan bermoral selain membutuhkan pengorbanan tenaga dan waktu.
Hal
lain yaitu sikap pantang menyerah untuk jujur dalam belajar, sehingga
menghasilkan output yang baik, salah satunya Pelajar harus sedini
mungkin diajarkan memiliki karakter bermoral dan bertanggung jawab. Pendidikan
karakter sangat dianjurkan demi mencetak generasi cerdas tapi memiliki karakter
dan sikap keperdulian terhadap masyarakat.
Koran Jawa Post (15/06/11)
memuat artikel Rektor Universitas Negeri Surabaya, Bapak Muchlas Samani dengan
judul “ Belajar dari kasus menyontek masal di SDN Gadel Percepat Pendidikan
Karakter, dalam tulisan itu, dijelaskan kasus menyontek massal saat ujian
nasional (UNAS) di SDN Gadel 2 Surabaya. Sehingga fenomena kecurangan sekaligus
menggelisahkan ini memberikan efek negative terhadap pendidikan itu, bahkan keluarga
Siami harus diusir karena berbuat kejujuran melaporkan kecurangan tersebut.
(Jawa Post, 15 Juni 2011).
Kejujuran bukanlah hal utama
ketika keinginan meraih hasil dan manfaat begitu besar dan ambisius, sehingga
berbagai perilaku menyimpang sering dilakukan oleh berbagai lembaga pendidikan
itu sendiri. Mungkin kasus di SDN Gadel 2 Surabaya hanya salah satu kasus yang
nampak kepermukaan. Barangkali kasus –kasus dan kejadian serupa juga terjadi di
Madura walaupun tidak sempat tercover oleh Media Massa.
Pentingkah pendidikan karakter
bagi pelajar? Secara sepintas dan khusus, tujuan Pembelajaran yaitu untuk
menghasilkan karakter pelajar yang berkarakter baik dan bermoral. Salah satu
kegagalan lembaga pendidikan maupun guru yaitu adanya sikap dan perilaku yang
tidak mampu menanamkan karakter baik terhadap siswanya.
Akibatnya, banyak
sekali perilaku menyimpang dilakukan oleh remaja yang berstatus pelajar
melakukan perilaku yang kurang mencerminkan sebagai insan pembelajar.
Banyak sekali pelajar melihat
kesuksesan dari hasilnya saja, tanpa melihat dari proses panjang dari tahap
mencapai kesuksesan itu. Pelajar sedikit berprinsip lain, bahwa kesuksesan
manakalah tujuan tercapai dengan penghematan tenaga dan waktu, akibatnya proses
menyontek terjadi di setiap ujian Semester maupun ujian Nasional.
Saat ini,
karakter pelajar sudah terbilang kurang mampu menyerap nilai –nilai dan tujuan
dari pembelajaran itu sendiri. Guru, sebagai sentral dari pencetak
keilmuwan pelajar itu sendiri seharusnya memiliki tanggung jawab untuk
melakukan evaluasi terhadap kinerja serta hasil dari proses belajar mengajar
itu sendiri.
Sangat disayangkan, jika seorang guru juga turut ikut –ikutan
dalam pemberian contoh yang kurang baik terhadap siswa. Adagium kalau guru
kencing berdiri maka murid kencing berlari bukan isapan belaka lagi. Akibat
sikap guru yang tidak produktif dan tidak mampu berkarya, copy paste di
sana sini.
Akibatnya, banyak juga pelajar yang menirunya. Banyak tugas –tugas
yang mengkopi karya orang lain, lalu diatas namankan dengan karyanya sendiri
tanpa prosedur pengambilan pengutipan yang mencantumkan nama penulisnya.
Pelajar sebagai bagian dari
proses belajar mengajar itu, akan sedikit menyontoh perilaku dari gurunya.
Sehingga, tepatlah bahwa perilaku buruk guru akan memperparah perkembangan
moral siswa itu sendiri. Berbagai hal sering dilakukan oleh pelajar karena
minimnya pengetahuan atau ketidak adanya sikap kejujuran. Sehingga hal yang
harus dijauhi malah semakin diakrabi.
Pendidikan karakter harus menjadi tolak
ukur kesuksesan pelajar, terutama dalam lingkungan akademik sebelum pelajar itu
mengemban tugas lebih besar dan tanggung jawab yang lebih besar lagi. Sehingga,
apabila mereka menjadi pemimpin nanti, sikap dan karakter itu mampu menyadarkan
akan esensi dari pendidikan, tanggung jawab dan kejujuran. Kalau hal ini
terjadi, maka, negeri ini tidak akan lagi menemukan pemimpin korup yang suka
melakukan perbuatan kurang bertanggung jawab, karena sejak awal sudah diajarkn
budaya bertanggung jawab dan produktif melalui kejujuran.
Ditulis Fendi Chovi
(Pernah dimuat di Radar Madura, dalam rubrik "Dari Pesantren untuk Pesantren" dan
tanggalnya dah lupa)
0 komentar:
Posting Komentar